SACERDOTII NOSTRI PRIMORDIA
ENSIKLIK PAUS YOHANES XXIII
TENTANG
SANTO YOHANES MARIA VIANNEY
Kepada Saudara-saudara Kami yang Terhormat, para Patriark, Primat, Uskup Agung, Uskup, dan Ordinaris Lokal lainnya dalam Perdamaian dan Persekutuan dengan Takhta Apostolik.
Saudara yang Terhormat, Kesehatan dan Berkat Apostolik.
1. Ketika Kami mengenang kembali hari-hari pertama imamat Kami, yang penuh penghiburan yang membahagiakan, Kami diingatkan akan satu peristiwa yang menggerakkan lubuk hati Kami yang paling dalam: upacara suci yang dilakukan dengan begitu megah di Basilika Santo Petrus pada tanggal 8 Januari 1905, ketika Yohanes Maria Pembaptis Vianney, seorang imam Prancis yang sangat rendah hati, terdaftar dalam daftar Yang Terberkati di Surga. Penahbisan imamat kami sendiri telah berlangsung beberapa bulan sebelumnya, dan kami sangat takjub melihat kegembiraan pendahulu Kami yang patut dikenang, Santo Pius X (yang pernah menjadi pastor paroki di kota Salzano), saat beliau memberikan sosok model keutamaan imamat yang luar biasa ini kepada semua orang yang dipercayakan dengan pemeliharaan jiwa-jiwa untuk meneladan keutamaannya. Sekarang ketika Kami memikirkan ulang yang pernah terjadi selama rentang waktu bertahun-tahun, Kami tidak pernah berhenti bersyukur kepada Penebus Kami atas berkat yang luar biasa ini, yang menandai awal pelayanan imamat Kami dan menjadi dorongan surgawi yang efektif untuk kebajikan.
2. Ini semua lebih mudah diingat, karena pada hari yang sama, pada saat penghormatan beatifikasi diberikan kepada orang kudus ini, kami mendengar kabar tentang pengangkatan uskup yang luar biasa, Giacomo M. Radini-Tedeschi; beberapa hari kemudian, beliau memanggil Kami untuk membantu dalam pekerjaan beliau, dan Kami mendapati beliau sebagai guru dan pembimbing yang penuh kasih. Dalam pendampingan beliau itulah, di awal tahun 1905, Kami melakukan peziarahan suci pertama Kami ke desa kecil bernama Ars, yang telah menjadi begitu terkenal karena kesucian Sang Pastor-nya.
3. Demikian juga, Kami tidak dapat tidak berpikir bahwa melalui rancangan istimewa dari pemeliharaan Allah, tahun di mana Kami menjadi Uskup— 1925—adalah tahun di mana, menjelang akhir Mei, Paus Pius XI yang dikenang dengan bahagia, menganugerahkan kehormatan sebagai santo kepada Sang Pastor dari Ars yang rendah hati. Dalam homilinya pada kesempatan itu, Paus dengan senang hati menjelaskan kepada semua orang tentang “sosok kurus Yohanes Pembaptis Vianney, dengan kepala yang bersinar dengan rambut panjang yang menyerupai mahkota bersalju, dan wajah kurus dan tak terawat karena puasa yang lama, di mana kepolosan dan kekudusan jiwa-jiwa yang paling lemah lembut dan paling rendah hati bersinar begitu jelas sehingga pandangan pertama darinya membuat banyak orang kembali ke pikiran tentang keselamatan.”[1] Tidak lama kemudian, pendahulu Kami yang sama ini mengambil kesempatan peringatan 50 tahun penahbisannya sendiri menjadi imam untuk menunjuk dan menyatakan Santo Yohanes Maria Vianney (yang sebelumnya oleh St. Pius X telah dipercaya sebagai gembala dari semua jiwa di Prancis) sebagai pelindung surgawi dari semua “imam, untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual mereka di seluruh dunia.”[2]
4. Saudara-saudara Yang Terhormat, Kami anggap tepat menggunakan Ensiklik ini untuk mengenang karya-karya Pendahulu Kami yang begitu erat terikat dengan kenangan indah seperti itu; sekarang Kami mendekati peringatan 100 tahun hari itu—4 Agustus 1859— di mana orang suci ini, yang benar-benar kehabisan tenaga setelah selama empat puluh tahun dalam kerja keras yang paling tak kenal lelah dan melelahkan, dan sudah terkenal di setiap sudut dunia karena kesuciannya, wafat dalam kesalehan dengan pahala surgawinya.
5. Maka Kami bersyukur kepada Allah dalam kebaikan-Nya, tidak hanya karena memastikan bahwa Santo ini akan memancarkan kembali kecemerlangan kesuciannya dalam kehidupan imamat Kami pada saat-saat penting, tetapi juga karena memberi Kami kesempatan di sini di awal masa Kepausan Kami untuk menyampaikan penghormatan secara khidmat kepada gembala jiwa yang luar biasa ini pada peringatan 100 tahun yang bahagia ini. Saudara-saudara yang Terhormat, mudahlah bagi Anda untuk melihat, bahwa Ensiklik ini kami tujukan terutama kepada putra-putra kami yang terkasih, mereka yang berada dalam tahbisan suci, dan mendesak mereka masing-masing —khususnya mereka yang terlibat dalam pelayanan pastoral— untuk memperhatikan sepenuhnya keteladanan luar biasa dari orang suci ini, yang pernah ambil bagian dalam tugas imamat dan yang sekarang menjadi pelindung surgawi mereka.
Para Paus sebelumnya tentang Imamat
6. Para Bapa Suci telah mengeluarkan banyak dokumen yang mengingatkan mereka yang menerima tahbisan suci akan keagungan jabatan imamat mereka, dan menunjukkan cara yang paling aman dan paling pasti bagi mereka untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dengan benar. Untuk mengingat hanya yang lebih baru dan lebih penting dari ini, Kami ingin secara khusus menyebutkan Seruan Apostolik St. Pius X yang dalam kenangan bahagia yang berjudul “Haerent Animo,”[3] yang dikeluarkan pada awal imamat Kami, yang mendesak Kami untuk lebih berupaya mencapai devosi yang lebih sungguh-sungguh, dan ensiklik mengagumkan dari pendahulu kami yang dikenang dengan bahagia, Pius XI, yang dimulai dengan kata-kata “Ad catholici sacerdotii,”[4] dan akhirnya Seruan Apostolik “Menti Nostrae”[5] dari pendahulu langsung Kami, bersama dengan tiga amanatnya pada kesempatan kanonisasi St. Pius X yang memberikan gambaran yang begitu jelas dan lengkap tentang tahbisan suci.[6] Anda tentu akrab dengan semua dokumen ini, Saudara-saudara yang Terhormat. Tetapi izinkan Kami juga untuk menyebutkan beberapa kata dari khotbah yang diterbitkan setelah kematian pendahulu langsung Kami; kata-kata itu merupakan nasihat serius terakhir dari Paus agung itu untuk kekudusan imamat: “Melalui sifat Tahbisan Suci, Allah hendak meneguhkan perjanjian cinta abadi, yang dengannya Dia mencintai para imam-Nya di atas semua yang lain; dan mereka berkewajiban untuk membalas cinta Allah yang istimewa itu dengan kekudusan hidup … Jadi, seorang imam harus dianggap sebagai orang yang dipilih dan dipisahkan dari tengah-tengah umat, dan diberkati dengan cara yang sangat istimewa dengan karunia-karunia surgawi—pengambil bagian dalam kuasa ilahi, dan, singkatnya, alter Christus… Dia seharusnya tidak lagi hidup bagi dirinya sendiri; juga tidak dapat mengabdikan dirinya untuk kepentingan kerabatnya sendiri saja, atau teman atau tanah kelahirannya… Dia harus berkobar-kobar dengan cinta kasih kepada semua orang. Bahkan pikiran, kehendak, dan perasaannya bukanlah miliknya lagi, melainkan milik Yesus Kristus yang adalah hidupnya.”[7]
7. Santo Yohanes Maria Vianney adalah orang yang menarik dan secara praktis mendorong kita semua ke puncak kehidupan imamat ini. Maka Kami senang untuk menambahkan nasihat Kami sendiri kepada yang lain, dengan harapan bahwa para imam pada zaman Kami dapat mengerahkan segala upaya yang mungkin ke arah ini. Kami sangat menyadari perhatian dan minat mereka yang penuh pengabdian, dan sangat mengetahui kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi setiap hari dalam kegiatan kerasulan mereka. Dan meskipun Kami menyesalkan kenyataan bahwa arus deras dunia ini menggerus semangat dan keberanian beberapa orang dan membuat mereka menjadi lelah dan tidak aktif; namun dari pengalaman, Kami juga tahu berapa banyak lagi yang tetap berdiri teguh dalam iman meskipun banyak kesulitan, dan berapa banyak yang terus-menerus berjuang untuk membangkitkan semangat yang membara untuk cita-cita tertinggi dalam jiwa mereka sendiri. Namun, ketika mereka menjadi imam, Kristus Tuhan mengucapkan kata-kata ini dengan penuh penghiburan kepada mereka semua: “Aku tidak lagi menyebut kamu hamba, tetapi sahabat.”[8] Semoga ensiklik Kami ini membantu seluruh klerus untuk memupuk persahabatan ilahi ini dan bertumbuh di dalamnya, karena persahabatan ilahi itu adalah sumber utama sukacita dan kesuburan dari setiap karya imamat.
8. Saudara-saudara yang Terhormat, Kami tidak bermaksud membahas semua hal yang berhubungan dengan kehidupan seorang imam di masa sekarang; sesungguhnya, dengan mengikuti jejak St. Pius X, “Kami tidak akan mengatakan apa pun yang belum pernah Anda dengar sebelumnya, atau yang benar-benar baru bagi siapa pun, tetapi Kami akan berkonsentrasi pada hal-hal yang seharusnya diingat oleh setiap orang.”[9] Untuk menguraikan ciri-ciri jiwa Surgawi ini, jika dilakukan dengan benar, sudah cukup untuk membimbing kita dengan rela hati mempertimbangkan secara serius hal-hal yang sungguh diperlukan di setiap zaman, tetapi yang sekarang tampaknya begitu penting sehingga jabatan dan tugas Kerasulan Kami menuntut Kami untuk memberikan penekanan khusus pada mereka pada kesempatan peringatan seratus tahun ini.
9. Gereja Katolik, yang mengangkat orang ini dalam tahbisan suci, yang “luar biasa dalam semangat pastoral, devosinya pada doa, dan semangat pertobatannya”[10] demi penghormatan bagi orang-orang kudus di surga, kini, seratus tahun setelah kematiannya, dengan sukacita keibuan menawarkan dia kepada semua klerus sebagai model yang luar biasa dalam hal asketisme imamat, kesalehan, terutama dalam bentuk devosi kepada Ekaristi, dan, akhirnya, dalam hal semangat pastoral.
I
10. Anda tidak dapat berbicara tentang Santo Yohanes Maria Vianney tanpa secara otomatis mengingat gambaran seorang imam yang luar biasa yang secara unik dengan sukarela menerima penderitaan tubuhnya; satu-satunya alasan adalah cinta kepada Allah dan kerinduan akan keselamatan jiwa sesamanya; dan ini mendorongnya untuk berpantang hampir sepenuhnya dari makanan dan tidur, untuk melakukan jenis pertobatan yang paling berat, dan dengan kekuatan jiwa yang luar biasa menyangkal dirinya. Tentu saja, tidak semua umat beriman harus mengikuti cara hidup seperti ini; namun penyelenggaraan ilahi telah memastikan bahwa Gereja selalu memiliki gembala-gembala jiwa semacam ini yang, di bawah ilham Roh Kudus, tidak ragu sedikit pun untuk memasuki jalan ini, terutama karena cara hidup ini secara khusus berhasil membawa banyak orang yang telah terseret oleh godaan kesesatan dan kejahatan kembali ke jalan hidup yang baik.
11. Pengabdian mengagumkan dari Santo Yohanes Vianney—seorang pria yang “keras pada dirinya sendiri, tetapi lembut terhadap orang lain”[11] —begitu luar biasa sehingga menjadi pengingat yang jelas dan tepat tentang peran penting yang harus dilakukan para imam terkait keutamaan tobat demi mengupayakan kesempurnaan hidup mereka sendiri. Pendahulu Kami yang pantas dikenang, Pius XII, untuk memberikan gambaran yang jelas tentang ajaran ini dan untuk menghapus keraguan serta kesalahan yang mengganggu beberapa orang, menolak pandangan bahwa “status klerikal,—dengan demikian dan karena berasal dari hukum ilahi— karena sifatnya atau setidaknya sebagai akibat dari beberapa tuntutan yang timbul dari sifatnya, menuntut agar nasihat-nasihat injili ditaati oleh para anggotanya”[12] dan secara tepat menyimpulkan dengan kata-kata ini: “Oleh karena itu, seorang klerikus tidak terikat oleh hukum ilahi dengan nasihat-nasihat Injil tentang kemiskinan, kemurnian dan ketaatan.”[13]
12. Namun, tentu saja hal ini akan menjadi, baik suatu kekeliruan atas pemikiran yang sebenarnya dari Paus Tertinggi yang sama (yang sangat tertarik dengan kekudusan para klerus) maupun sebuah kontradiksi dari ajaran kekal Gereja dalam hal ini, jika ada orang yang berani menyimpulkan dari hal ini bahwa para klerus kurang terikat oleh kewajiban untuk memperjuangkan kesempurnaan hidup injili dibandingkan para religius. Kebenarannya justru sebaliknya; untuk pelaksanaan fungsi imamat yang tepat “diperlukan kekudusan batin yang lebih besar daripada yang dituntut bahkan oleh status religius.”[14] Dan bahkan seandainyapun para imam tidak diwajibkan untuk memeluk nasihat-nasihat injili berdasarkan atas status klerikal mereka, tetaplah benar bahwa dalam upaya mereka mencapai kekudusan, nasihat-nasihat ini memberi mereka dan semua orang beriman jalan yang paling pasti menuju tujuan yang diinginkan, yakni kesempurnaan Kristiani. Sungguh suatu penghiburan besar bagi Kami untuk menyadari bahwa pada saat ini banyak imam yang bermurah-hati menunjukkan bahwa mereka sadar akan hal ini; meskipun mereka termasuk klerus diosesan, mereka telah mencari bimbingan dan dukungan dari kelompok orang-orang saleh tertentu yang disetujui oleh otoritas Gereja untuk menemukan cara yang lebih cepat dan lebih mudah untuk menempuh jalan menuju kesempurnaan.
13. Sepenuhnya yakin bahwa “martabat tertinggi imamat mencakup untuk mengikuti jejak Kristus,”[15] para imam harus memberikan perhatian khusus pada peringatan Guru Ilahi mereka: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku.”[16] Tercatat bahwa “Sang Pastor paroki yang suci dari Ars ini sering memikirkan Sabda Tuhan itu dengan sungguh-sungguh, dan bertekad untuk menerapkannya ke dalam tindakannya sendiri.”[17] Dia membuat keputusan itu dengan bulat hati, dan dengan bantuan kasih karunia Tuhan dan dengan usaha terus-menerus, dia berusaha keras memperjuangkannya; keteladanannya dalam menghayati berbagai karya asketikisme imamat masih menunjukkan jalan teraman untuk diikuti, dan di tengah-tengah keteladanan ini, kemiskinan, kesucian, dan ketaatannya tetap bersinar cemerlang.
Kemiskinan Santo Yohanes Vianney
14. Pertama-tama, Anda memiliki kesaksian yang jelas tentang kemiskinannya. ‘Sang Pastor’ dari Ars yang rendah hati dengan saksama meneladani Patriark Assisi dalam hal ini, karena dia telah menerima aturannya dalam Ordo Ketiga St. Fransiskus dan dia dengan sungguh-sungguh mematuhinya.[18] Dia kaya dalam kemurahan hatinya terhadap orang lain, tetapi paling miskin bagi dirinya sendiri; dia menjalani kehidupan yang hampir sepenuhnya terlepas dari barang-barang duniawi yang mudah berubah dan fana, dan jiwanya bebas, tidak terbebani oleh harta duniawi, sehingga selalu bisa terbuka bagi mereka yang menderita dari segala jenis kesengsaraan; dan mereka berbondong-bondong dari mana-mana untuk mencari penghiburan darinya. “Rahasia saya” —katanya— “mudah dipelajari. Itu dapat diringkas dalam beberapa kata ini: berikan segalanya dan jangan simpan apa pun untuk diri Anda sendiri.”[19]
15. Sikap lepas bebas dari barang-barang duniawi ini memampukannya untuk memberikan perhatian yang paling penuh kasih dan menyentuh kepada orang miskin, terutama mereka yang ada di parokinya sendiri. Dia sangat baik dan lembut terhadap mereka; ia memeluk mereka “dengan cinta yang tulus, kebaikan terbesar, dan bahkan rasa hormat.”[20] Dia menegaskan bahwa orang miskin tidak boleh ditolak, karena menolak mereka berarti menolak Allah. Ketika pengemis mengetuk pintunya, dia menerima mereka dengan penuh cinta dan sangat gembira dapat mengatakan kepada mereka: “Saya sendiri juga hidup berkekurangan; saya adalah salah satu dari kalian.”[21] Dan menjelang akhir hidupnya, dia senang mengulangi kata-kata berikut ini: “Saya akan bahagia ketika saya pergi; karena sekarang saya tidak lagi memiliki harta apa pun; dan ketika Allah dalam kebaikan-Nya berkenan memanggil saya, saya akan siap dan bersedia untuk pergi.”[22]
16. Saudara-saudara yang Terhormat, semua ini akan memberikan gambaran jelas kepada Anda tentang apa yang Kami pikirkan, ketika Kami menasihati semua putra Kami yang terkasih yang mengambil bagian dalam imamat untuk memikirkan dengan cermat teladan kemiskinan dan cinta kasih ini. Dengan mengingat St. Yohanes Maria Vianney secara khusus Paus Pius XI menulis: “Pengalaman sehari-hari menunjukkan bahwa para imam yang hidup sederhana dan mengikuti ajaran Injil dengan tidak terlalu peduli pada kepentingan mereka sendiri, selalu memberikan manfaat yang luar biasa bagi orang-orang Kristen.”[23] Dan Paus Agung yang sama, menyampaikan peringatan serius ini kepada para imam dan orang lain dalam diskusi tentang permasalahan masyarakat saat ini: “Ketika mereka memandang sekeliling dan melihat orang-orang siap untuk menjual apa pun demi uang dan untuk melakukan kesepakatan untuk apa pun, hendaklah mereka melewati daya pikat/godaan kejahatan ini tanpa memikirkan atau mempedulikan keinginan mereka sendiri; dan hendaklah mereka dalam kekudusan mereka tidak mengejar kekayaan rendah ini, sebaliknya lebih mencari kekayaan jiwa daripada uang, dan hendaklah mereka lebih merindukan dan mencari kemuliaan Allah daripada kemuliaan mereka sendiri.”[24]
17. Sangat penting agar kata-kata ini tertanam secara mendalam di hati setiap imam. Jika seseorang memiliki barang-barang yang menjadi haknya, janganlah ia menggenggamnya dengan serakah. Sebaliknya dia harus ingat bahwa norma-norma Kitab Hukum Kanonik yang berkaitan dengan harta benda Gereja menjelaskan bahwa dia memiliki kewajiban serius “untuk menggunakan pendapatan yang lebih untuk orang miskin atau untuk tujuan-tujuan saleh.”[25] Semoga Allah menganugerahkan agar tak seorang pun dari Kami menerima teguran mengerikan yang pernah digunakan pastor paroki Ars terhadap kawanannya: “Ada banyak orang yang menyembunyikan uang mereka sementara banyak orang miskin sekarat karena kelaparan.”[26]
18. Kita tahu betul bahwa saat ini banyak imam yang hidup dalam kebutuhan besar. Ketika mereka menyadari bahwa kehormatan surgawi telah diberikan kepada salah seorang dari mereka yang secara sukarela mempersembahkan semua yang dimilikinya dan tidak meminta apa pun selain menjadi yang termiskin di parokinya,[27] mereka memiliki sumber inspirasi yang luar biasa untuk mengabdikan diri dengan hati-hati dan terus-menerus untuk memupuk kemiskinan injili. Dan jika perhatian kebapakan Kami dapat memberikan penghiburan, Kami ingin mereka tahu bahwa Kami sangat senang karena mereka melayani Kristus dan Gereja dengan begitu murah hati tanpa memikirkan kepentingan mereka sendiri.
19. Kendatipun Kami sangat memuji dan menghormati keutamaan kemiskinan yang luar biasa ini, namun janganlah orang menyimpulkan bahwa Kami bermaksud menyetujui bahwa para pelayan Tuhan, baik di kota maupun di pelosok pedesaan, terkadang dipaksa untuk hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan yang tidak pantas itu. Dalam hal ini, ketika St. Beda Yang Terhormat menjelaskan dan menguraikan firman Tuhan tentang melepaskan diri dari hal-hal duniawi, demi menghindari penafsiran yang salah, dia mengatakan: “Jangan berpikir bahwa perintah ini diberikan dengan maksud agar orang-orang kudus tidak menyimpan uang sama sekali untuk digunakan sendiri atau untuk orang miskin (karena kita membaca bahwa Tuhan sendiri… memiliki kotak-kotak uang dalam membentuk Gereja-Nya…); melainkan maksudnya adalah hidup miskin tidak bisa menjadi alasan untuk melayani Tuhan dan janganlah keadilan ditinggalkan karena takut menderita kekurangan.”[28] Selain itu, seorang pekerja berhak mendapatkan upahnya,[29] dan Kami sependapat dengan pendahulu Kami dalam mendesak umat beriman untuk menanggapi dengan cepat dan murah hati seruan para gembala mereka; Kami juga memuji para gembala ini atas upaya mereka untuk memastikan bahwa mereka yang membantu mereka dalam pelayanan suci tidak berkekurangan dalam kebutuhan hidup mereka.[30]
20. Yohanes Maria Vianney adalah cteladan luar biasa dalam penyangkalan diri sukarela serta sikap melepaskan keterikatan terhadap hal-hal lahiriah. Dia biasa berkata: “Hanya ada satu cara bagi setiap orang untuk mengabdikan dirinya kepada Allah, sebagaimana mestinya, melalui penyangkalan diri dan laku tobat: yaitu dengan mengabdikan dirinya sepenuhnya.”[31] Sepanjang hidupnya, Pastor Suci dari Ars mempraktikkan prinsip ini dengan penuh semangat dalam hal kemurnian.
21. Teladan kesucian yang luar biasa ini sungguh relevan bagi para imam zaman kita yang—sangat disayangkan terjadi di banyak daerah—sering dipaksa oleh jabatan yang mereka emban, untuk hidup di tengah-tengah masyarakat manusia yang dipengaruhi oleh kelonggaran moral dan gelora nafsu yang tak terkendali. Betapa sering ungkapan St. Thomas Aquinas ini terbukti benar: “Sungguh lebih sulitlah menjalani kehidupan yang baik dalam pekerjaan memelihara jiwa-jiwa, karena adanya bahaya-bahaya lahiriah.”[32] Faktanya, mereka sering merasa diri terpisah dari pergaulan orang lain, dan bahkan umat beriman yang mereka perjuangkan keselamatannya tidak memahami mereka dan memberi sedikit bantuan atau dukungan dalam usaha-usaha mereka.
22. Saudara-saudara Yang Terhormat, dengan ensiklik ini Kami ingin menasihati lagi dan lagi, mereka semua, terutama yang bekerja dalam kesendirian dan di tengah bahaya yang sangat serius ini, agar menjadikan seluruh hidup mereka, dapat dikatakan, menggemakan kemegahan kemurnian suci, sebuah keutamaan yang oleh St. Pius X disebut sebagai “perhiasan terbaik dari imamat kita.”[33]
23. Saudara-saudara Yang Terhormat, lakukan semua yang Anda bisa untuk memastikan bahwa para klerus yang dipercayakan kepada pemeliharaan Anda dapat memperoleh kondisi kehidupan dan pekerjaan yang terbaik sehingga akan mendorong serta bermanfaat bagi semangat mereka yang membara. Ini berarti harus mengerahkan segala upaya untuk menghilangkan bahaya yang muncul dari keterasingan yang terlalu besar, untuk memberi peringatan yang tepat waktu terhadap tindakan yang tidak bijaksana atau tidak hati-hati, dan terakhir untuk mencegah bahaya kemalasan atau terlalu banyak aktivitas eksternal. Dalam hal ini, Anda harus mengingat petunjuk bijak yang dikeluarkan oleh Pendahulu Kami dalam Ensiklik Sacra Virginitas.[34]
Santo Yohanes Vianney tentang Kesucian
24. Dikatakan bahwa wajah Pastor dari Ars bercahaya dengan kesucian seperti malaikat.[35] Dan bahkan sekarang siapa pun yang berpaling kepadanya dalam pikiran dan jiwa tidak dapat tidak terpukau, bukan hanya oleh kekuatan jiwa yang besar yang dengannya atlet Kristus ini mereduksi tubuhnya sampai ke perhambaan,[36] tetapi juga dengan kekuatan persuasif yang besar yang dilakukan pada kerumunan peziarah saleh yang datang kepadanya dan tertarik oleh kelembutan surgawi untuk mengikuti jejaknya. Dari pengalamannya sehari-hari dalam Sakramen Tobat, dia mendapat gambaran yang jelas tentang malapetaka mengerikan yang ditimbulkan oleh keinginan yang tidak murni. Inilah yang menyebabkan tangisan seperti ini keluar dari dadanya: “Jika saja tidak ada jiwa yang sangat suci untuk menyenangkan Allah dan menebus pelanggaran kita, berapa banyak hukuman mengerikan yang harus kita derita!” Pengamatannya sendiri dalam hal ini membuatnya memberikan dorongan dan nasihat ini kepada para pendengarnya: “Tindakan pertobatan berlimpah dalam kegembiraan dan sukacita sehingga sekali mereka telah mencicipinya, tidak ada lagi yang akan mencabutnya dari jiwa …. Hanya saja langkah pertama sulit bagi mereka yang memilih jalan ini dengan penuh semangat.”[37]
Kemurnian Imam sebagai Penolong Bagi Orang Lain
25. Cara hidup asketis, yang dengannya kemurnian imam dipertahankan, tidak mengurung jiwa imam dalam batas-batas mandul kepentingannya sendiri, tetapi membuatnya lebih bersemangat dan siap untuk melayani kebutuhan saudara-saudaranya. Santo Yohanes Maria Vianney memberi komentar yang sangat relevan untuk hal ini: “Jiwa yang dihiasi dengan keutamaan kemurnian tidak dapat tidak mencintai orang lain; karena jiwa itu telah menemukan asal mula dan sumber cinta – Allah.”
26. Betapa besar manfaat yang diberikan kepada masyarakat manusia oleh orang-orang seperti ini yang bebas dari perhatian dunia dan sepenuhnya mengabdi pada pelayanan ilahi sehingga mereka dapat menggunakan hidup, pikiran, kekuatan mereka untuk kepentingan saudara-saudara mereka! Betapa berharganya bagi Gereja para imam yang sangat ingin memelihara kesucian yang sempurna! Karena Kami setuju dengan pendahulu kami yang dikenang dengan bahagia, Pius XI, dalam memandang hal ini sebagai perhiasan terbaik dari imamat Katolik dan sebagai sesuatu “yang menurut Kami lebih sesuai dan pantas untuk menanggapi nasihat dan keinginan Hati Yesus Yang Mahakudus, sejauh menyangkut jiwa-jiwa para imam.”[38] Bukankah pikiran Yohanes Maria Vianney melambung untuk mencapai nasihat dari cinta kasih ilahi yang sama ini ketika dia menulis kalimat agung ini: “Apakah imamat adalah cinta Hati Yesus yang Mahakudus?”[39]
Ketaatan Santo Yohanes Vianney
27. Ada banyak bukti tentang bagaimana orang ini juga menonjol dalam hal keutamaan ketaatan. Tepatlah jika kita mengatakan bahwa kesetiaan pada atasannya di dalam Gereja sebagaimana ia ikrarkan pada saat dia ditahbiskan menjadi imam dan yang dia pertahankan secara tak tergoyahkan sepanjang hidupnya mendorongnya melakukan pengorbanan tanpa henti atas kehendaknya selama empat puluh tahun.
28. Sepanjang hidupnya dia ingin menjalani kehidupan yang tenang dan dan menikmati masa pensiun; dia menganggap bahwa tugas pastoral itu sebagai beban yang sangat berat yang diletakkan di pundaknya dan lebih dari sekali dia mencoba membebaskan dirinya dari itu. Ketaatannya kepada uskupnya sangat mengagumkan; Kami ingin menyebutkan beberapa contoh dalam ensiklik ini, Saudara-saudara Yang Terhormat: “Sejak usia lima belas tahun, dia sangat menginginkan kehidupan menyendiri, dan karena keinginan ini tidak terpenuhi, dia merasa terputus dari setiap keuntungan dan kenyamanan yang mungkin diberikan oleh keadaan hidupnya”:[40] tetapi “Allah tidak pernah mengizinkan tujuan ini tercapai. Tentu saja, ini adalah cara Allah untuk menundukkan kehendak St. Yohanes Maria Vianney untuk taat dan mengajarinya mengutamakan tugas jabatannya di atas keinginannya sendiri; dan karena itu pengabdiannya pada penyangkalan diri senantiasa bersinar”;[41] “karena ketaatan penuh kepada atasannya, Yohanes Maria Vianney menjalankan tugasnya sebagai imam di Ars, dan tetap dalam jabatan itu sampai akhir hidupnya yang fana.”[42]
29. Kendati demikian, perlu dicatat bahwa ketaatannya yang penuh pada perintah atasannya didasarkan pada prinsip-prinsip adikodrati; dalam pengakuan dan ketaatannya pada otoritas gerejawi, dia memberikan penghormatan iman kepada Sabda Kristus Tuhan sebagaimana Dia berkata kepada para Rasul-Nya “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku.”[43] Untuk menyesuaikan diri dengan setia pada kehendak atasannya, ia terbiasa menahan keinginannya sendiri, baik dalam menerima beban suci mendengarkan Pengakuan, ataupun dalam melakukan dengan penuh semangat karya seperti itu untuk rekan-rekannya dalam kerasulan, yang akan menghasilkan buah-buah yang lebih banyak dan lebih bermanfaat.
30. Kami menawarkan kepada para klerus ketaatan total ini sebagai model, dengan keyakinan penuh bahwa kekuatan dan keindahannya akan membuat mereka berjuang lebih keras untuk itu. Dan jika ada seseorang yang berani meragukan pentingnya keutamaan ini — seperti yang kadang-kadang terjadi pada saat ini — biarlah dia mencamkan kata-kata pendahulu Kami yang berbahagia, Pius XII, yang harus terus diingat oleh setiap orang: “kekudusan hidup masing-masing dan keefektifan kerasulannya harus diupayakan dan dipertahankan, sebagai dasar yang kokoh, dalam ketaatan yang terus-menerus dan setia kepada hierarki suci.”[44]
31. Sebagaimana Anda ketahui dengan baik, Saudara-saudara yang Terhormat, para Pendahulu kami yang baru-baru ini seringkali telah menyampaikan peringatan-peringatan keras kepada para imam tentang sejauh mana bahaya-bahaya yang sedang muncul di kalangan para klerus, dengan berkembangnya kecerobohan dalam ketaatan terhadap kuasa mengajar Gereja, terhadap berbagai cara dan sarana dalam mengemban tugas kerasulan, dan terhadap disiplin Gerejawi.
32. Kami tidak ingin menghabiskan banyak waktu untuk hal ini, tetapi Kami berpikir inilah waktu yang tepat bagi Kami untuk menasihati semua putra Kami yang mengambil bagian dalam imamat Katolik untuk memupuk cinta dalam hati/jiwa mereka yang akan membuat mereka merasa terikat pada Bunda Gereja dengan ikatan yang lebih erat, dan kemudian membuat cinta itu tumbuh.
33. Dikatakan bahwa Santo Yohanes Maria Vianney tinggal di Gereja sedemikian rupa sehingga dia bekerja untuk Gereja sendirian; ia membakar dirinya sendiri seperti sebatang jerami yang dibakar di atas bara api. Semoga nyala api yang datang dari Roh Kudus itu menjangkau kita yang telah diangkat kepada martabat imamat Yesus Kristus dan membakar habis kita juga.
34. Kita berutang atas diri kita sendiri dan semua yang kita miliki kepada Gereja; semoga kita bekerja setiap hari hanya atas namanya dan dengan otoritasnya dan semoga kita melaksanakan dengan benar tugas yang dipercayakan kepada kita, dan semoga kita disatukan bersama dalam persatuan persaudaraan dan dengan demikian berusaha untuk melayaninya dengan cara yang sempurna sebagaimana dia seharusnya dilayani.[45]
II
35. Santo Yohanes Maria Vianney, seperti yang telah Kami katakan, sangatlah berbakti pada keutamaan pertobatan; ia sangat yakin bahwa “seorang imam haruslah secara khusus berbakti pada doa yang terus-menerus.”[46] Dalam hal ini, Kami tahu bahwa tidak lama setelah dia menjadi pastor di sebuah desa di mana kehidupan Kristiani telah lama merana, dia mulai menghabiskan waktu yang panjang dan bahagia di malam hari (ketika dia mungkin sedang beristirahat) dalam adorasi kepada Yesus dalam Sakramen Kasih-Nya. Tabernakel Suci tampaknya menjadi sumber yang dari padanya dia terus-menerus menimba kekuatan yang memupuk kesalehannya sendiri dan memberikan kehidupan baru padanya dan meningkatkan keefektifan karya kerasulannya sedemikian rupa sehingga kata-kata indah pendahulu kami yang patut dikenang, Pius XII, yang pernah digunakan untuk menggambarkan paroki Kristiani yang ideal, bisa diterapkan dengan baik pada kota Ars pada masa orang suci ini hidup: “Di tengah berdiri gereja; di tengah gereja ada Tabernakel Suci, dan di kedua sisinya ada ruang pengakuan di mana kehidupan adikodrati dan kesehatan rohani orang-orang Kristen dipulihkan.”[47]
Doa dalam Hidup Santo Yohanes Maria Vianney
36. Betapa tepat waktunya dan betapa bermanfaatnya contoh doa terus-menerus dari seorang pria yang sepenuhnya mengabdikan diri untuk memenuhi kebutuhan jiwa-jiwa bagi para imam di zaman kita sekarang, yang cenderung menekankan terlalu banyak pada efektivitas kegiatan di luar dan siap sedia serta penuh semangat untuk membenamkan diri mereka sendiri dalam hiruk-pikuk pelayanan, yang merugikan rohani mereka sendiri!
37. Santo Yohanes Maria Vianney sering berkata, “Hal yang menghambat kita, para imam, untuk mencapai kekudusan adalah kelalaian. Kita sulit mengalihkan pikiran kita dari urusan lahiriah; kita tidak tahu apa yang seharusnya kita lakukan. Yang kita butuhkan adalah refleksi mendalam, bersama dengan doa dan persatuan intim dengan Allah.” Kesaksian hidupnya memperjelas bahwa dia selalu tetap bertekun dalam doa-doanya dan bahkan tugas mendengarkan pengakuan dosa atau tugas pastoral lainnya tidak dapat menyebabkan dia mengabaikan doa dan persatuan intim dengan Tuhan. “Bahkan di tengah kerja kerasnya, dia tidak pernah berhenti berbicara dengan Allah.”[48]
38. Tapi dengarkanlah kata-katanya sendiri; karena tampaknya dia memiliki persediaan yang tidak ada habisnya setiap kali dia berbicara tentang kebahagiaan atau manfaat yang dia temukan dalam doa: “Kami adalah pengemis yang harus meminta segalanya kepada Allah”;[49] “Betapa banyak orang yang dapat kita panggil kembali kepada Allah melalui doa-doa kita!”[50] Dan dia sering berulang kali mengatakan: “Doa yang sungguh-sungguh ditujukan kepada Allah: inilah kebahagiaan terbesar manusia di bumi!”[51]
39. Dan dia sungguh menikmati kebahagiaan ini secara berlimpah ketika pikirannya terbuka dengan bantuan cahaya surgawi untuk merenungkan hal-hal surgawi dan jiwanya yang murni dan sederhana bangkit dengan semua cintanya yang terdalam dari misteri Inkarnasi sampai ke keagungan Tritunggal Mahakudus. Dan sejumlah besar para peziarah yang mengelilinginya di gereja dapat merasakan sesuatu yang muncul dari kedalaman kehidupan batin pastor yang rendah hati ini ketika kata-kata seperti ini keluar dari dadanya yang berkobar-kobar, seperti yang sering terjadi: “Untuk dicintai oleh Allah, untuk disatukan dengan Allah, untuk berjalan di hadapan Allah, untuk hidup bagi Allah: wahai kehidupan yang diberkati, wahai kematian yang diberkati!”[52]
40. Dengan tulus kami berharap, Saudara-saudara Yang Terhormat, bahwa pelajaran-pelajaran dari kehidupan Santo Yohanes Maria Vianney ini dapat membuat semua pelayan suci yang dipercayakan pada pemeliharaan Anda merasa yakin bahwa mereka harus mengerahkan segala upaya untuk menjadi unggul dalam devosi mereka pada doa; hal ini benar-benar dapat dilakukan, bahkan jika mereka sangat sibuk dengan karya kerasulan.
41. Tetapi jika mereka ingin melakukan ini, hidup mereka harus sesuai dengan norma-norma iman yang begitu meresapi Yohanes Maria Vianney dan memampukannya melakukan karya-karya yang luar biasa. “Sungguh, iman yang luar biasa dari imam ini, cukup besar untuk memperkaya semua jiwa di keuskupan!” Demikian dikatakan oleh salah satu rekannya dalam pelayanan suci.[53]
42. Persatuan yang tetap dengan Allah ini paling baik dicapai dan dipertahankan melalui berbagai praktik kesalehan imamat; banyak di antara praktik-praktik itu yang lebih penting, seperti meditasi harian, kunjungan kepada Sakramen Mahakudus, pendarasan Rosario, pemeriksaan batin yang mendalam telah diwajibkan oleh Gereja, dalam peraturannya yang bijak dan cermat, bagi para imam.[54] Mengenai Ibadat Harian (Ofisi), para imam telah mengemban kewajiban serius kepada Gereja untuk mendaraskannya.[55]
43. Pengabaian terhadap beberapa aturan ini sering menjadi alasan mengapa imam-imam tertentu terjebak dalam pusaran urusan duniawi, dan lambat laun kehilangan perasaan mereka terhadap hal-hal yang sakral dan akhirnya jatuh ke dalam kesulitan serius ketika mereka kehilangan semua perlindungan spiritual dan terpikat oleh daya tarik kehidupan duniawi ini. Yohanes Maria Vianney sebaliknya “tidak pernah mengabaikan keselamatannya sendiri, tidak peduli betapapun sibuknya dia dengan keselamatan orang lain”[56]
44. Oleh karena itu, baiklah menggunakan kata-kata St. Pius X: “Kami yakin akan hal ini… bahwa seorang imam harus sungguh-sungguh bertekun dalam doa jika ia ingin menghayati martabatnya dan menunaikan tugasnya dengan baik… Karena seorang imam harus jauh lebih saksama daripada yang lain untuk menaati perintah Kristus: Kamu harus selalu berdoa. Paulus sekadar menegaskan kembali hal ini ketika dia menasihati, seperti yang sering dia lakukan: Berdoalah senantiasa, selalu siap sedia untuk mengucap syukur; berdoalah tanpa henti.”[57] Dan Kami dengan senang hati menjadikan sebagai milik Kami kata-kata yang diberikan pendahulu langsung Kami kepada para imam sebagai kata kunci di awal masa kepausannya: “Berdoalah, lebih dan lebih, dan berdoalah dengan lebih sungguh-sungguh.”[58]
Devosi Santo Yohanes Maria Vianney pada Ekaristi
45. Devosi Santo Yohanes MariaVianney kepada doa, yang menghabiskan hampir seluruh tiga puluh tahun terakhir hidupnya di Gereja untuk melayani begitu banyak peniten (orang yang bertobat) yang berduyun-duyun datang kepadanya, memiliki satu karakteristik khusus, yaitu terarah kepada Ekaristi.
46. Hampir tak dapat dipercaya betapa besar pengabdiannya kepada Kristus yang tersembunyi di dalam misteri Ekaristi. “Dialah Orangnya”— katanya—“yang telah begitu mencintai kita; mengapa kita tidak membalas mencintai-Nya?”[59] Santo Yohanes Maria Vianney berdevosi kepada Sakramen Ekaristi yang agung dengan cinta kasih yang membara dan jiwanya ditarik kepada Tabernakel suci oleh kekuatan surgawi yang tidak dapat dilawan.
47. Beginilah dia mengajar umatnya untuk berdoa: “Kamu tidak perlu banyak kata ketika kamu berdoa. Kita percaya dengan iman bahwa Allah yang baik dan murah hati ada di dalam tabernakel; kita membuka jiwa kita kepada-Nya; dan merasa bahagia bahwa Dia mengizinkan kita untuk datang ke hadapan-Nya; ini adalah cara terbaik untuk berdoa.”[60] Dia melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan untuk membangkitkan rasa hormat dan cinta umat beriman kepada Kristus yang tersembunyi dalam Sakramen Ekaristi dan membawa mereka untuk mengambil bagian dalam kekayaan Sinaksis ilahi; teladan pengabdiannya selalu ada di hadapan mereka. “Agar dapat yakin akan hal ini—kata para saksi kepada kami—yang diperlukan hanyalah melihat dia melakukan upacara-upacara sakral/suci atau sekadar melihatnya berlutut ketika dia melewati tabernakel.”[61]
48. Seperti yang dikatakan pendahulu kami yang dalam kenangan abadi, Pius XII,— “Teladan mengagumkan dari Santo Yohanes Maria Vianney mempertahankan semua kekuatannya untuk zaman kita.”[62] Doa panjang seorang imam di depan Sakramen Ekaristi yang pantas disembah memiliki martabat dan keefektifan yang tak dapat ditemukan di tempat lain dan tak tergantikan. Jadi, ketika imam tersebut menyembah Kristus Tuhan kita dan bersyukur kepada-Nya, atau mempersembahkan silih untuk dosa-dosanya sendiri dan dosa-dosa orang lain, atau ketika pada akhirnya dia berdoa terus-menerus agar Allah secara khusus memperhatikan intensi-intensi yang dipercayakan kepadanya, dia terbakar oleh cinta yang lebih kuat kepada Penebus Ilahi, yang kepada-Nya dia telah bersumpah-setia dan demi orang-orang dipercayakan kepada pelayanan pastoralnya. Dan devosi kepada Ekaristi yang kuat, terus-menerus dan yang diwujudkan dalam karya, berdampak memelihara dan mengembangkan kesempurnaan batiniah jiwanya; devosi ini juga memberi jaminan baginya, ketika dia melaksanakan karya kerasulannya, akan kelimpahan kekuatan adikodrati yang harus dimiliki oleh para pekerja Kristus yang terkuat.
49. Kami tidak ingin melewatkan manfaat yang diperoleh umat beriman sendiri dengan cara ini, setelah mereka melihat kesalehan para imam dan tertarik oleh teladan mereka. Karena, seperti yang ditunjukkan Paus Pius XII, pendahulu kami yang berbahagia, dalam sebuah pidatonya di hadapan para klerus di kota terkasih ini: “Jika Anda ingin agar umat beriman yang dipercayakan kepada Anda berdoa dengan sukarela dan baik, Anda harus memberi mereka contoh dan membiarkan mereka melihat Anda berdoa di gereja. Saat seorang imam berlutut dengan saleh dan hormat di depan tabernakel, dan berdoa kepada Allah dengan segenap hatinya, itu adalah teladan yang luar biasa bagi umat Kristiani dan menjadi inspirasi (bagi mereka).”[63] Tentu saja, Imam suci dari Ars menggunakan semua bantuan ini dalam menjalankan tugas kerasulannya, dan tak diragukan lagi itu amat cocok di segala waktu dan tempat.
50. Namun demikian, tidak boleh dilupakan bahwa bentuk Doa Syukur Agung yang terpenting termuat dalam Kurban Ekaristi Kudus. Saudara-saudara Yang Terhormat, menurut Kami hal ini harus dipertimbangkan dengan saksama karena ini menyentuh salah satu aspek terpenting dari kehidupan imamat.
51. Saat ini kami tidak bermaksud untuk membahas secara panjang lebar ajaran Gereja tentang imamat dan Kurban Ekaristi seperti yang telah diwariskan sejak dahulu kala. Para pendahulu kami, Pius XI dan Pius XII, telah menjelaskan ini dalam dokumen-dokumen yang jelas dan penting; dan Kami mendesak Anda untuk dengan sungguh-sungguh berupaya memastikan bahwa para imam dan umat beriman yang dipercayakan kepada Anda sungguh memahami ajaran-ajaran itu. Hal ini akan menghilangkan keragu-raguan beberapa orang; dan memperbaiki pernyataan-pernyataan yang terlalu berani yang terkadang muncul saat membahas masalah ini.
52. Namun dalam ensiklik ini Kami juga ingin mengatakan sesuatu yang berharga dengan menunjukkan alasan utama mengapa Imam suci dari Ars, yang, sebagaimana layaknya seorang pahlawan, sangat taat dalam menjalankan tugas-tugas imamatnya, pantas diajukan sebagai teladan keutamaan yang unggul bagi mereka yang memelihara jiwa-jiwa dan dihormati sebagai pelindung surgawi mereka. Jika jelas benar bahwa seorang imam menerima imamatnya untuk melayani di altar dan bahwa ia memasuki jabatan ini dengan mempersembahkan Kurban Ekaristi, maka juga benar bahwa selama ia hidup sebagai pelayan Allah, Kurban Ekaristi akan menjadi sumber dan asal kekudusan yang ia capai dan kegiatan kerasulan yang ia dedikasikan sendiri. Semua ini terjadi sepenuhnya dalam diri Santo Yohanes Maria Vianney.
53. Karena, jika Anda memperhatikan semua kegiatan seorang imam dengan cermat, bukankah tujuan utama kerasulannya tidak lain adalah memastikan bahwa di mana pun Gereja berada, umat yang dipersatukan oleh ikatan iman, dilahirkan kembali oleh Baptisan suci dan dibersihkan dari kesalahan mereka, akan dikumpulkan bersama di sekitar altar suci? Pada saat itulah, imam tersebut, dengan menggunakan kuasa suci yang telah diterimanya, mempersembahkan Kurban ilahi di mana Yesus Kristus memperbarui pengorbanan istimewa yang disempurnakan-Nya di Kalvari demi penebusan umat manusia dan demi kemuliaan Bapa surgawi-Nya. Saat itulah umat Kristiani yang telah berkumpul bersama mempersembahkan Korban ilahi, bertindak melalui pelayanan imam, mempersembahkan diri mereka kepada Allah yang mahatinggi dan kekal sebagai “persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah.”[64] Di sanalah kepada umat Allah diajarkan doktrin dan ajaran iman dan diberikan santapan Tubuh Kristus; dan di sana pulalah umat Allah menemukan cara untuk memperoleh kehidupan adikodrati dan bertumbuh di dalamnya, serta jika perlu untuk memulihkan kesatuan. Dan di sana pula, Tubuh Mistik Kristus, yaitu Gereja pun, berkembang dalam pertumbuhan rohani di seluruh dunia hingga akhir zaman.
54. Adalah tepat dan pantas untuk menyebut kehidupan Santo Yohanes Maria Vianney sebagai suatu kehidupan imamat dan pastoral yang luar biasa, karena ia menghabiskan lebih banyak waktu untuk mewartakan kebenaran agama dan membersihkan jiwa-jiwa dari noda dosa seiring berjalannya waktu, dan karena dia memperhatikan altar Allah dalam setiap tindakan pelayanan sucinya!
55. Memang benar bahwa ketenaran Pastor Suci ini membuat kawanan besar pendosa berduyun-duyun ke Ars, sementara banyak imam mengalami kesulitan besar untuk membuat orang-orang yang mereka layani datang kepada mereka, dan kemudian menemukan bahwa mereka harus mengajar umat tentang kebenaran paling mendasar dari doktrin Kristiani seolah-olah mereka sedang bekerja di daerah misi. Tetapi, sepenting dan kadang-kadang sesulit apa pun karya kerasulan ini, mereka tidak boleh membuat umat Allah melupakan pentingnya tujuan yang harus selalu mereka ingat dan yang telah dicapai oleh Santo Yohanes Vianney dengan mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk karya-karya utama kehidupan kerasulan di sebuah gereja pedesaan yang kecil.
Kekudusan Pribadi dan Ekaristi
56. Hendaknya selalu diingat, khususnya: apapun yang mungkin direncanakan, diputuskan dan dilakukan oleh imam untuk menjadi kudus, pada akhirnya ia harus mengambil, sebagai contoh dan kekuatan surgawi, dari Kurban Ekaristi yang ia persembahkan, persis seperti diminta oleh Kepausan Roma: “Sadarilah apa yang Anda lakukan; tirulah apa yang ada di tangan Anda (Kristus yang mengorbankan diri-Nya)”.
57. Berkaitan dengan hal ini, dengan gembira kami mengulangi kata-kata yang digunakan oleh pendahulu langsung kami yang dikenang dengan bahagia dalam Seruan Apostoliknya yang berjudul Menti Nostrae: “Sebagaimana seluruh hidup Juruselamat kita diarahkan pada pengorbanan Diri-Nya sendiri, demikian pula kehidupan imam, yang harus meniru gambar Kristus di dalam dirinya sendiri, harus menjadi kurban yang berkenan bersama Dia, melalui Dia dan di dalam Dia. . . Oleh karena itu, tidaklah cukup bagi seorang imam jika ia sekadar merayakan kurban Ekaristi, tetapi, dalam arti yang sangat dalam, ia harus menghayatinya; karena dengan cara ini, dia dapat memperoleh dari kurban Ekaristi kekuatan surgawi yang akan memampukan dirinya diubah secara mendalam dan mengambil bagian dalam kehidupan penebusan dari Penebus Ilahi itu sendiri. . . “[65] Dan lagi: “Jiwa imam harus mengacu pada apa yang terjadi di atas altar korban bagi dirinya sendiri; karena sama seperti Yesus Kristus mengorbankan diri-Nya sendiri, pelayannya harus mengorbankan dirinya bersama dengan Dia; sama seperti Yesus menebus dosa-dosa manusia, demikian juga imam harus menapaki jalan luhur asketisme Kristiani untuk menguduskan dirinya sendiri dan sesamanya.”[66]
58. Gereja berpikir tentang aspek doktrin yang luhur ini ketika, dengan perhatian keibuan, ia mengundang para pelayan sucinya untuk menghayati hidup asketis dan mendesak mereka untuk merayakan Kurban Ekaristi dengan devosi lahiriah dan batiniah sebaik mungkin. Bukankah fakta bahwa beberapa imam gagal untuk memahami hubungan erat yang seharusnya ada antara Kurban Ekaristi dengan pembaktian diri mereka sendiri menjadi alasan mengapa beberapa imam secara bertahap kehilangan semangat pertama yang mereka miliki pada saat pentahbisan? Santo Yohanes Vianney mempelajari hal ini dari pengalaman dan mengungkapkannya sebagai berikut: “Alasan mengapa para imam lalai dalam kehidupan pribadi mereka adalah karena mereka tidak mempersembahkan Kurban dengan penuh perhatian dan kesalehan.” Dan dia, yang dalam keutamaan luhurnya, memiliki kebiasaan “mempersembahkan dirinya sebagai penebusan dosa bagi para pendosa”[67] biasa menangis “ketika dia memikirkan para imam yang malang yang tidak memenuhi kekudusan yang dituntut oleh jabatan mereka.”[68]
59. Dengan berbicara sebagai seorang Bapak, Kami mendesak para imam Kami yang terkasih agar menyisihkan waktu untuk memeriksa diri mereka sendiri tentang bagaimana mereka merayakan misteri ilahi, bagaimana disposisi batin dan sikap badan mereka saat naik ke altar dan hasil apa yang ingin mereka peroleh dari itu. Mereka harus didorong untuk melakukan ini melalui perayaan seratus tahun yang diselenggarakan untuk menghormati imam yang luar biasa dan mengagumkan ini, yang memperoleh kekuatan dan keinginan yang begitu besar untuk mengabdikan dirinya “dari penghiburan dan kebahagiaan mempersembahkan kurban ilahi.”[69] Semoga doa-doanya, yang kami yakini akan dikabulkan, membawa kepenuhan cahaya dan kekuatan ke atas para imam Kami yang terkasih.
III
60. Contoh-contoh luar biasa dari asketisisme imamat dan doa yang telah Kami ajukan untuk Anda pertimbangkan hingga saat ini, Saudara-saudara Yang Terhormat, juga menunjukkan dengan jelas sumber keterampilan pastoral dan keefektifan surgawi yang luar biasa dari pelayanan suci Santo Yohanes Maria Vianney. Dalam hal ini Pendahulu kita yang berbahagia, Pius XII, memberikan peringatan yang bijaksana: “Imam hendaknya menyadari bahwa semakin ia berhasil melaksanakan pelayanan penting yang dipercayakan kepadanya, semakin erat ia dipersatukan dengan Kristus dan dipimpin oleh Roh-Nya.”[70] Sebenarnya, kehidupan Imam dari Ars memberikan satu lagi argumen yang luar biasa untuk mendukung aturan tertinggi bagi karya kerasulan yang ditetapkan oleh Yesus Kristus Sendiri: “Di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”[71]
61. Kami tidak berniat untuk mencoba mencatat semua hal mengagumkan yang dilakukan oleh Pastor Paroki desa yang sederhana ini, yang menarik begitu banyak orang ke ruang pengakuan dosa sehingga beberapa orang, dengan sikap menghina, menyebutnya “provokator abad ke-sembilanbelas”;[72] Kami juga tidak melihat perlunya membahas semua cara tertentu yang dilakukannya untuk melaksanakan tugas-tugasnya, yang beberapa di antaranya, mungkin, tidak dapat diakomodasi pada zaman kita.
62. Tetapi, Kami sungguh ingin mengingatkan satu kenyataan ini—bahwa Orang Kudus ini pada masanya sendiri adalah teladan pengabdian pastoral di komunitas kecil yang masih menderita karena kehilangan iman dan moral Kristiani yang diakibatkan oleh Revolusi Prancis yang sedang berkecamuk. Ini adalah misi dan perintah yang diterima sesaat sebelum melakukan tugas pastoralnya: “(Jika) Anda ingin menemukan kasih Allah di paroki itu; bangkitkanlah itu di dalam dirimu sendiri.”[73]
63. Dia terbukti sebagai pekerja yang tak kenal lelah bagi Allah, seorang yang bijaksana dan berbakti dalam memenangkan hati orang-orang muda dan membawa keluarga kembali kepada norma-norma moralitas Kristiani, seorang pekerja yang tidak pernah terlalu lelah untuk memperhatikan kebutuhan manusiawi kawanannya, seseorang yang cara hidupnya sendiri sangat mirip dengan cara hidup kawanannya dan yang siap untuk mengerahkan segala upaya serta berkorban untuk mendirikan sekolah-sekolah Kristiani, dan untuk membuat misi tersedia bagi orang-orang: dan semua ini menunjukkan bahwa Santo Yohanes Maria Vianney meneladan gambaran sesungguhnya dari gembala yang baik dalam dirinya saat dia menangani kawanan yang dipercayakan kepada pemeliharaannya, karena dia mengenal domba-dombanya, melindungi mereka dari bahaya, dan dengan lembut namun tegas menjaga mereka.
64. Tanpa disadari, ia menyuarakan pujiannya sendiri dalam kata-kata yang pernah ia sampaikan kepada umatnya: “Gembala yang baik! O gembala yang sepenuhnya hidup sesuai perintah dan keinginan Yesus Kristus! Ini adalah berkat terbesar yang dapat dikirimkan oleh Allah yang baik dan murah hati ke sebuah paroki.”[74]
65. Akan tetapi secara khusus ada tiga hal yang memiliki nilai dan arti penting abadi yang diberikan Orang kudus ini kepada kita dan terutama pada tiga hal inilah Kami ingin mengarahkan perhatian Anda, Saudara-saudaraku yang terhormat.
Penghargaannya bagi Karya Pastoral
66. Hal pertama yang mengejutkan Kami adalah penghargaan yang begitu besar pada karya pastoralnya yang diembannya. Dia begitu rendah hati dan begitu menyadari melalui iman akan pentingnya keselamatan jiwa manusia sehingga dia tidak pernah bisa menjalankan tugas-tugas parokinya tanpa rasa khawatir.
67. “Sahabatku” – inilah kata-kata yang biasa ia gunakan untuk mencurahkan hatinya kepada rekan-rekan imamnya – “Anda tidak dapat membayangkan betapa menakutkannya bagi seorang imam direnggut dari pemeliharaan jiwa-jiwa untuk menghadap takhta pengadilan Allah.[75]
68. Semua orang tahu — seperti yang telah Kami tunjukkan — betapa dia merindukan dan berapa lama dia berdoa agar diizinkan menarik diri untuk menangis dan melakukan penebusan dosa yang layak atas apa yang disebutnya sebagai hidupnya yang menyedihkan; dan Kami juga tahu bahwa hanya ketaatan dan semangatnya untuk menyelamatkan orang lainlah yang membuatnya kembali ke bidang kerasulan setelah ia meninggalkannya.
Penderitaan-penderitaan bagi Domba-dombanya
69. Tetapi, jika dia merasa beban yang sangat besar ini terlalu berat sehingga kadang-kadang terasa seperti mau meremukkannya, hal ini juga menjadi alasan mengapa dia memahami jabatan dan tugasnya begitu luhur sehingga untuk melaksanakannya dibutuhkan kekuatan jiwa yang besar. Saat memulai pelayanan parokinya, dia memanjatkan doa ini ke surga: “Ya Allahku, buatlah domba-domba yang dipercayakan kepadaku kembali ke jalan hidup yang baik. Sepanjang hidupku aku siap menanggung apa pun yang berkenan kepada-Mu.”[76]
70. Dan Allah mendengar doa-doa yang sungguh-sungguh ini, karena kemudian orang suci kita ini harus mengakui: “Seandainya ketika datang ke paroki Ars saya tahu apa yang akan saya derita, rasa takut akan hal itu pasti akan membinasakan saya.”[77]
71. Dengan mengikuti jejak para rasul agung dari segala zaman, dia tahu bahwa cara terbaik dan paling efektif baginya untuk berkontribusi pada keselamatan mereka yang akan dipercayakan kepada pemeliharaannya adalah melalui salib. Demi merekalah ia menanggung segala macam fitnah, prasangka dan pertentangan, tanpa keluhan; demi merekalah dia rela menanggung ketidaknyamanan besar serta gangguan pikiran dan tubuh yang dibebankan kepadanya oleh pemberian/pelaksanaan Sakramen Tobat setiap hari selama tiga puluh tahun dengan hampir tanpa henti; demi mereka atlet Kristus ini berperang melawan kuasa-kuasa neraka/jahat, dan demi mereka, akhirnya menaklukkan tubuhnya melalui mati raga sukarela.
72. Hampir semua orang tahu jawabannya kepada imam yang mengeluh kepadanya bahwa semangat kerasulannya tidak membuahkan hasil: “Kamu telah memanjatkan doa-doa yang rendah hati kepada Allah, kamu telah menangis, kamu telah mengeluh, kamu telah menghela nafas. Apakah kamu telah menambahkan dengan puasa, berjaga-jaga, tidur di lantai, menghukum tubuhmu? Sebelum kamu melakukan semua ini, jangan berpikir bahwa kamu telah mencoba segalanya.”[78]
73. Sekali lagi pikiran kami tertuju pada para pelayan suci yang memelihara jiwa-jiwa, dan Kami memohon dengan sangat kepada mereka untuk menyadari pentingnya kata-kata ini. Hendaklah setiap orang memikirkan hidupnya sendiri, dalam terang kebijaksanaan adikodrati yang mengatur semua tindakan kita, dan bertanya pada diri sendiri apakah ini semua yang sungguh-sungguh dibutuhkan oleh reksa pastoral umat yang dipercayakan kepadanya.
74. Dengan keyakinan teguh bahwa Allah yang penuh belas kasihan akan selalu memberikan pertolongan yang dibutuhkan oleh kelemahan manusia, hendaklah para pelayan suci merenungkan tugas dan beban yang telah mereka tanggung dengan bercermin pada Santo Yohanes Maria Vianney. “Bencana yang mengerikan menimpa kami para pastor”—orang suci itu mengeluh—“ketika roh kami menjadi malas dan lalai”; dia merujuk pada sikap berbahaya para imam yang tidak terusik oleh fakta bahwa banyak domba yang dipercayakan kepada mereka menjadi cemar dalam perbudakan dosa. Jika mereka ingin lebih dekat meneladan Imam dari Ars, yang begitu “yakin bahwa manusia harus dicintai, sehingga kita dapat berbuat baik kepada mereka,”[79] maka hendaklah para imam ini bertanya pada diri mereka sendiri cinta macam apa yang mereka miliki untuk orang-orang yang telah Allah percayakan kepada pemeliharaan mereka dan yang untuk siapa Kristus telah mati!
75. Karena kebebasan manusia dan peristiwa-peristiwa ada di luar kendali manusia, maka bahkan upaya-upaya seorang yang paling suci pun kadang-kadang akan gagal. Tetapi, seorang imam harus ingat bahwa dalam rencana misteri Penyelenggaraan Ilahi, ketetapan kekal consiliis aeternam banyak orang terikat dengan minat dan kepedulian pastoral serta teladan kehidupan imamatnya. Bukankah pemikiran ini cukup kuat baik untuk membangkitkan mereka yang lesu dengan cara yang efektif maupun untuk mendorong mereka yang sudah bersemangat dalam karya Kristus untuk lebih giat lagi?
76. Karena, seperti dicatat, “dia selalu siap untuk memperhatikan kebutuhan jiwa,[80] Santo Yohanes Maria Vianney, gembala yang baik, juga terkenal dalam menyediakan secara berlimpah makanan kebenaran Kristiani kepada domba-dombanya. Sepanjang hidupnya, dia berkhotbah dan mengajarkan Katekismus.
77. Konsili Trente menyatakan hal ini (menyediakan makanan rohani kepada domba-dombanya secara berkelimpahan) sebagai tugas pertama dan terbesar seorang pastor paroki dan semua orang tahu betapa Yohanes Vianney bekerja keras dan terus-menerus agar dapat melaksanakan tugas ini dengan semestinya. Karena dia memulai studinya ketika sudah berusia lanjut, dia mengalami kesulitan besar dengan hal itu; dan khotbah-khotbah pertamanya kepada umat membuat ia terjaga sepanjang malam. Betapa banyak yang dapat ditemukan oleh para pelayan firman Tuhan di sini untuk ditiru! Karena ada beberapa orang yang menyerah dalam segala upaya untuk studi lebih lanjut dan kemudian menunjukkan dana belajarnya yang kecil sebagai alasan yang tepat bagi dirinya sendiri. Mereka akan jauh lebih baik jika mereka meniru ketekunan jiwa yang besar yang dengannya Pastor dari Ars bersiap diri untuk melaksanakan pelayanan besar ini dengan kemampuan terbaiknya: yang, pada kenyataannya, tidak begitu terbatas seperti kadang-kadang diyakini, karena dia memiliki pikiran yang jernih dan pertimbangan yang sehat.[81]
78. Orang-orang tertahbis hendaknya memperoleh pengetahuan yang memadai tentang urusan-urusan manusia dan pengetahuan menyeluruh tentang ajaran suci yang sesuai dengan kemampuan mereka. Apakah semua gembala jiwa akan berusaha keras seperti Yohanes Maria Vianney untuk mengatasi kesulitan dan hambatan dalam belajar, untuk memperkuat ingatan melalui latihan, dan terutama untuk menimba pengetahuan dari Salib Tuhan kita, yang merupakan buku teragung dari semua buku? Inilah alasan uskupnya memberikan jawaban ini kepada beberapa pengkritiknya: “Saya tidak tahu apakah dia seorang yang terpelajar; tetapi cahaya surgawi bersinar dalam dirinya.”[82]
79. Inilah sebabnya pendahulu kami Pius XII yang berbahagia, sangat tepat dengan tidak ragu memberikan Pastor dari desa Ars ini sebagai model bagi para pengkhotbah Kota Suci: “Pastor suci Ars tidak memiliki karunia alami sebagai pembicara yang hebat seperti pada P. Segneri atau B. Bossuet. Tetapi pikiran-pikirannya yang jernih, luhur, dan hidup tercermin dalam suaranya dan terpancar dari pandangannya, dan semua itu muncul dalam bentuk gagasan-gagasan dan gambaran-gambaran yang begitu tepat dan sangat cocok dengan pikiran dan perasaan para pendengarnya, serta begitu penuh kecerdasan dan daya tarik sehingga bahkan St. Fransiskus de Sales pun akan terkagum-kagum olehnya. Ini adalah jenis pembicara yang memenangkan hati umat beriman. Seseorang yang dipenuhi dengan Kristus dengan tanpa kesulitan akan menemukan cara dan sarana untuk membawa orang lain kepada Kristus.”[83]
80. Kata-kata ini memberikan gambaran mengagumkan tentang Pastor dari Ars sebagai seorang katekis dan pengkhotbah. Dan ketika, menjelang akhir hidupnya di dunia, suaranya terlalu lemah untuk disampaikan kepada para pendengarnya, kilau dan gemerlap matanya, air matanya, helaan nafas cinta ilahinya, kesedihan pahit yang dia tunjukkan ketika gagasan tentang dosa muncul di benaknya, sudah cukup untuk mengubah ke cara hidup yang lebih baik bagi umat beriman yang mengelilingi mimbar gerejanya. Bagaimana mungkin ada orang yang tidak terharu dengan kehidupan yang sepenuhnya didedikasikan kepada Kristus yang bersinar begitu jelas di hadapannya?
81. Hingga saat kematiannya yang diberkati, Santo Yohanes Maria Vianney memegang teguh tugasnya untuk mengajar umat beriman yang dipercayakan dalam pemeliharaannya dan para peziarah saleh yang memadati gereja, dengan mengecam segala jenis kejahatan, yang mungkin muncul dalam bentuk apa pun, “siap sedialah baik atau tidak baik waktunya”[84] dan, bahkan lebih, dengan mengangkat jiwa-jiwa secara luhur kepada Allah; karena “dia lebih suka menunjukkan keindahan kebajikan daripada keburukan kejahatan.”[85] Karena imam yang rendah hati ini memahami dengan sempurna betapa agung martabat dan keagungan pengajaran firman Allah. “Tuhan kita”—dia berkata—“yang Diri-Nya sendiri adalah kebenaran, menghargai firman-Nya sama seperti Tubuh-Nya.”
82. Oleh karena itu, mudahlah untuk menyadari betapa besar kegembiraan yang dibawa para pendahulu Kami untuk menunjukkan contoh seperti ini agar diteladani oleh mereka yang membimbing umat Kristiani; karena pelaksanaan tugas pengajaran yang tepat dan cermat oleh para klerus sangat penting. Berbicara tentang hal ini, Santo Pius X mengatakan: “Kami ingin secara khusus mengupayakan satu hal ini dan sungguh mendesak agar tidak ada imam yang memiliki tugas lebih penting atau terikat oleh kewajiban yang lebih ketat.”[86]
83. Maka, sekali lagi Kami menerima peringatan ini yang telah berulang kali disampaikan oleh para pendahulu Kami dan yang juga telah dimasukkan ke dalam Kitab Hukum Kanonik,[87] dan Kami sampaikan kepada Anda, Saudara-saudara Yang Terhormat, pada kesempatan perayaan istimewa peringatan seratus tahun katekis dan pengkhotbah suci dari Ars.
84. Dalam hal ini Kami ingin menyampaikan penghargaan dan dukungan Kami atas studi yang telah dilakukan dengan saksama dan bijaksana di banyak daerah di bawah kepemimpinan dan dukungan Anda, untuk meningkatkan pendidikan agama, baik anak muda maupun orang dewasa dengan menyajikannya dalam berbagai bentuk yang secara khusus disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Semua upaya ini bermanfaat; tetapi pada kesempatan seratus tahun ini, Allah ingin memberi cahaya baru pada daya kekuatan gemilang dari semangat kerasulan, yang membentang di sepanjang jalannya, seperti yang dicontohkan dalam (diri) imam ini yang sepanjang hidupnya menjadi saksi dalam perkataan dan tindakan bagi Kristus yang dipaku di kayu salib “bukan dalam bahasa persuasif yang dirancang oleh hikmat manusia, tetapi dalam perwujudan daya kekuatan rohani.”[88] (88)
Pelayanannya di dalam Kamar Pengakuan
85. Yang tetap perlu kita ingat lebih lama adalah pelayanan pastoral Santo Yohanes Maria Vianney, yang merupakan semacam kemartiran yang kokoh untuk jangka waktu yang panjang dalam hidupnya, dan terutama pelayanannya dalam pelaksanaan Sakramen Tobat, yang layak mendapat pujian khusus karena menghasilkan buah-buah yang paling kaya dan paling bermanfaat.
86. “Selama hampir lima belas jam setiap hari, dengan sabar dia menyediakan telinganya bagi mereka yang mengaku dosa. Pekerjaan ini dimulai sejak dini hari dan berlanjut hingga larut malam.”[89] Lima hari sebelum kematiannya dia benar-benar lelah dan terkulai tak berdaya sehingga tidak memiliki kekuatan tersisa, karena itu peniten terakhir datang ke tempat tidurnya. Menjelang akhir hidupnya, jumlah orang yang datang menemuinya setiap tahun tercatat mencapai delapan puluh ribu.[90]
87. Sulit untuk membayangkan rasa sakit dan ketidaknyamanan serta penderitaan tubuh yang dialami pria ini ketika dia duduk untuk mendengarkan Pengakuan Dosa di ruang pengakuan dosa untuk waktu yang sepertinya tidak ada habisnya, terutama jika Anda ingat betapa lemahnya dia karena puasa, matiraga, penyakit, berjaga-jaga dan kurang tidur.
88. Tetapi dia bahkan lebih terganggu oleh penderitaan spiritual yang menguasai dirinya sepenuhnya. Dengarkanlah tangisannya yang memilukan ketika ia berkata: “Begitu banyak kejahatan yang dilakukan terhadap Allah sehingga kejahatan itu kadang-kadang mendorong kita untuk meminta Allah mengakhiri dunia ini!… Jika Anda benar-benar ingin mempelajari betapa banyaknya dosa serius yang tak terhitung jumlahnya, Anda harus datang ke kota Ars… Sayangnya, kami tidak tahu harus berbuat apa, kami pikir tidak ada yang bisa dilakukan selain menangis dan berdoa kepada Tuhan.”
89. Dan orang kudus ini dapat menambahkan bahwa ia telah menanggung sendiri lebih daripada yang menjadi bagiannya dalam penebusan dosa-dosa ini. Ia mengatakan kepada mereka yang meminta nasihatnya tentang ini: “Saya hanya memberikan penitensi ringan kepada mereka yang mengakukan dosanya dengan jujur/benar; selebihnya saya lakukan atas nama mereka.”[91]
Perhatiannya untuk Orang-orang Berdosa
90. Santo Yohanes Maria Vianney selalu memikirkan dan memperhatikan “para pendosa yang malang”, demikian beliau menyebutnya, dengan harapan yang teguh agar melihat mereka berbalik kepada Allah dan menangisi dosa-dosa yang telah mereka lakukan. Inilah tujuan seluruh pikiran dan perhatiannya, dan karya yang menyita hampir seluruh waktu dan tenaganya.[92]
91. Berdasarkan pengalamannya di kamar pengakuan, di mana ia melepaskan belenggu dosa, ia memahami betapa jahatnya dosa itu dan betapa dahsyatnya kehancuran yang ditimbulkannya di dalam jiwa manusia. Santo Yohanes Maria Vianney biasa melukiskannya dalam warna-warna yang mengerikan: “Jika kita” – ia menegaskan– “memiliki iman untuk melihat jiwa yang berada dalam dosa berat, kita akan mati ketakutan.”[93]
92. Namun, penderitaan jiwa-jiwa yang tetap melekat pada dosa-dosa mereka di neraka tidak menambah kekuatan dan semangat dari kesedihan dan kata-katanya sendiri sebagaimana halnya penderitaan yang ia rasakan terhadap kenyataan bahwa kasih ilahi telah diabaikan atau dilanggar secara sembrono oleh beberapa pelanggaran. Kebebalan dalam berbuat dosa dan sikap tidak tahu terima kasih atas kebaikan hati Allah yang begitu besar membuat deraian air mata mengalir dari matanya. “Temanku” – katanya – “Saya menangis karena kalian tidak menangis”.[94]
93. Namun, betapa besar kebaikan yang dia tunjukkan dalam mengabdikan dirinya untuk memulihkan harapan bagi jiwa-jiwa para pendosa yang bertobat! Dia berusaha sekuat tenaga untuk menjadi pelayan belas kasihan ilahi bagi mereka; dan dia menggambarkannya sebagai “seperti sungai yang meluap yang membawa serta semua jiwa bersamanya”[95] dan berdenyut dengan cinta yang lebih besar dari cinta seorang ibu, “karena Allah lebih cepat mengampuni daripada seorang ibu yang merenggut (untuk menyelamatkan) anaknya dari api.”[96]
94. Biarlah teladan Pastor dari Ars itu menggerakkan mereka yang bertanggung jawab atas jiwa-jiwa agar bersemangat dan siap sedia untuk mengabdikan diri mereka bagi pekerjaan yang sangat penting ini, karena terutama di sinilah belas kasihan ilahi akhirnya menang atas kejahatan manusia dan bahwa dosa manusia dihapuskan, dan manusia diperdamaikan dengan Allah.
95. Juga harus diingat bahwa pendahulu kami, Pius XII, mengecam “dengan kata-kata keras” terhadap pendapat yang keliru dari mereka yang tidak begitu mempedulikan pentingnya pengakuan dosa yang sering dilakukan, bilamana itu menyangkut dosa ringan; Paus mengatakan: “Kami secara khusus menganjurkan praktik saleh untuk sering melakukan pengakuan dosa, yang telah diperkenalkan Gereja, dalam kuasa Roh Kudus, sebagai sarana kemajuan harian yang lebih cepat di sepanjang jalan kebajikan.”[97]
96. Sekali lagi, Kami memiliki keyakinan penuh bahwa para pelayan suci akan lebih saksama daripada yang lainnya dalam mematuhi dengan setia norma-norma Hukum Kanonik, yang memerintahkan penggunaan saleh Sakramen Tobat –yang sangat dibutuhkan untuk mencapai kekudusan–, diwajibkan pada waktu-waktu tertentu;[98] dan bahwa mereka akan memperlakukan nasihat-nasihat penting, yang dibuat oleh pendahulu Kami yang sama “dengan hati yang sedih” pada beberapa kesempatan,[99] dengan penghormatan dan kepatuhan tertinggi yang pantas dan selayaknya.
97. Menjelang akhir dari Ensiklik Kami ini, kami ingin meyakinkan Anda, Saudara-saudara Yang Terhormat, bahwa kami sangat berharap agar perayaan seratus tahun ini, dengan bantuan Allah, akan membimbing pada keinginan yang lebih dalam dan upaya yang lebih intensif di pihak semua imam untuk melaksanakan pelayanan suci mereka dengan semangat yang lebih membara dan terutama bekerja untuk memenuhi “tugas pertama para imam, yaitu tugas menguduskan dirinya sendiri.”[100]
98. Ketika Kami memandang dari ketinggian takhta Kepausan ini tempat Kami telah diangkat melalui nasihat-nasihat misteri Penyelenggaraan Ilahi dan mengarahkan pikiran Kami kepada apa yang diharapkan dan dinantikan oleh jiwa-jiwa, atau kepada banyak daerah di bumi yang belum disinari oleh cahaya Injil, atau akhirnya kepada sekian banyak kebutuhan umat Kristiani, sosok imam selalu ada di depan mata Kami.
99. Jika tidak ada imam atau jika mereka tidak melakukan karya mereka sehari-hari, apa gunanya semua usaha kerasulan ini, bahkan yang tampaknya paling cocok untuk zaman sekarang ini? Apa gunanya kaum awam bekerja begitu bersemangat dan murah hati untuk membantu dalam kegiatan kerasulan?
100. Maka, Kami tidak ragu-ragu untuk berbicara kepada semua pelayan kudus, yang sangat Kami kasihi dan kepada siapa Gereja menaruh harapan yang begitu besar, yaitu para imam, dan dari lubuk hati seorang ayah mendesak mereka dalam nama Yesus Kristus untuk setia dalam melakukan dan memberikan semua yang dituntut oleh pentingnya martabat gerejawi mereka.
101. Seruan Kami ini memperoleh kekuatan tambahan dari kata-kata yang arif dan bijaksana St. Pius X: “Tidak ada yang lebih dibutuhkan untuk memajukan kerajaan Yesus Kristus di dunia selain kekudusan para imam, sehingga melalui teladan, perkataan dan ajaran mereka, mereka dapat membimbing umat beriman.”[101]
102. Dan hal ini sangat cocok dengan kata-kata yang disampaikan oleh Santo Yohanes Maria Vianney kepada uskupnya: “Jika Anda ingin seluruh keuskupan bertobat kepada Allah, maka semua imam harus menjadi kudus.”
103. Dan secara khusus Kami ingin mempercayakan putra-putra terkasih ini kepada Anda, Saudara-saudara Yang Terhormat, yang mengemban tanggung jawab utama atas kekudusan para klerus Anda, sehingga Anda akan berhati-hati untuk mendekati mereka dan membantu mereka dalam kesulitan — yang terkadang serius —yang mereka hadapi dalam kehidupan mereka sendiri atau dalam melaksanakan tugas-tugas mereka.
104. Apa yang tidak dapat dicapai oleh seorang uskup yang mencintai para klerus yang dipercayakan kepada bimbingannya, yang dekat dengan mereka, yang benar-benar mengenal mereka, yang sangat memperhatikan mereka dan membimbing mereka dengan tegas namun penuh kebapakan?
105. Memang benar bahwa reksa pastoral Anda seharusnya menjangkau seluruh keuskupan, tetapi Anda tetap harus memberi perhatian khusus kepada kaum tertahbis, karena mereka adalah pembantu terdekat Anda dalam pekerjaan Anda dan yang terikat pada Anda melalui banyak ikatan suci.
106. Pada kesempatan perayaan seratus tahun ini, kami juga ingin memberikan nasihat kebapaan kepada semua umat beriman untuk terus menerus berdoa kepada Allah bagi para imam mereka, sehingga tiap-tiap orang dengan caranya sendiri dapat membantu mereka mencapai kekudusan.
107. Mereka yang lebih bersemangat dan saleh mengarahkan pandangan dan pikiran mereka kepada imam dengan banyak pengharapan dan ekspektasi. Karena, ketika Anda mendapati kekuatan uang, daya pikat kesenangan indrawi, serta penghargaan yang terlalu tinggi untuk pencapaian teknis berkembang di mana-mana, mereka ingin melihat dalam diri imam tersebut seorang pria yang berbicara atas nama Allah, yang digerakkan oleh iman yang teguh, dan yang tidak memikirkan dirinya sendiri, tetapi berkobar-kobar oleh cinta kasih yang mendalam.
108. Maka, hendaklah mereka semua menyadari bahwa mereka dapat sangat membantu para pelayan kudus untuk mencapai tujuan mulia itu, hanya bila mereka menunjukkan rasa hormat yang sepatutnya terhadap martabat imamat, dan memiliki penghargaan yang pantas terhadap tugas pastoral mereka dan kesulitan-kesulitannya, dan akhirnya menjadi lebih bersemangat dan aktif dalam memberikan bantuan bagi mereka.
109. Kami tidak bisa tidak mengarahkan semangat kebapakan kami khususnya kepada orang-orang muda; Kami merangkul mereka dengan cinta yang hangat dan mengingatkan mereka bahwa, di dalam diri mereka, Gereja menyimpan harapan besar untuk tahun-tahun mendatang.
110. Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit.[102] Betapa banyak daerah di mana para pewarta kebenaran Injil kelelahan karena kerja keras mereka dan menunggu dengan penuh semangat dan kerinduan orang-orang yang akan datang untuk menggantikan mereka! Ada orang-orang yang menderita kelaparan akan makanan surgawi lebih daripada makanan duniawi. Siapa yang akan membawa perjamuan surgawi kehidupan dan kebenaran kepada mereka?
111. Kami memiliki keyakinan penuh bahwa orang-orang muda di zaman kita akan secepat orang-orang muda zaman dulu dalam memberikan jawaban yang murah hati atas undangan Guru Ilahi untuk memenuhi kebutuhan vital ini.
112. Tidak mengherankan bahwa banyak imam sering mengalami kesulitan berhadapan dengan mereka yang membenci Gereja; orang-orang ini selalu menunjukkan permusuhan dengan mencoba menyakiti dan menipu para pelayan sucinya; seperti yang diakui oleh Pastor dari Ars sendiri, mereka yang ingin menjatuhkan agama selalu berusaha dengan kebenciannya untuk menyerang para pastor terlebih dulu.
113. Tetapi bahkan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang serius ini, para imam yang bersemangat dalam pengabdian mereka kepada Allah menikmati kebahagiaan yang nyata dan luhur dari kesadaran akan posisi mereka sendiri, karena mereka tahu bahwa mereka telah dipanggil oleh Juruselamat Ilahi untuk memberikan bantuan mereka dalam karya yang paling suci, yang akan berdampak pada penebusan jiwa manusia dan pertumbuhan Tubuh Mistik Kristus. Jadi hendaklah keluarga Kristiani mempertimbangkannya sebagai salah satu hak istimewa mereka yang paling luhur untuk memberikan para imam kepada Gereja; dan karena itu hendaklah mereka mempersembahkan putra-putra mereka ke dalam pelayanan suci dengan sukacita dan rasa syukur.
114. Tidak perlu memikirkan hal ini, Saudara-saudara Yang Terhormat, karena apa yang Kami anjurkan sangat dekat dengan hatimu sendiri. Karena Kami yakin bahwa Anda sungguh memahami perhatian Kami dalam hal-hal ini dan pernyataan kuat yang Kami berikan padanya, dan bahwa Anda turut ambil bagian di dalamnya. Untuk saat ini, Kami menyerahkan masalah yang sangat penting ini, yang terkait erat dengan keselamatan banyak jiwa, kepada perantaraan Santo Yohanes Maria Vianney.
115. Kami juga mengarahkan pandangan kami kepada Bunda Allah, yang dikandung tanpa noda dosa sejak awal mula. Sesaat sebelum Pastor dari Ars, yang dipenuhi dengan pahala surgawi, meninggal dunia, Bunda Maria menampakkan diri di bagian lain Prancis kepada seorang gadis yang lugu dan rendah hati, dan melalui dia, mengundang manusia dengan desakan seorang ibu untuk berdoa dengan sunguh-sungguh dan melakukan pertobatan kristiani; suara agung ini masih menyentuh hati seabad kemudian, dan bergema jauh dan luas hampir tanpa henti.
116. Hal-hal yang dilakukan dan dikatakan oleh imam suci ini, yang diangkat dengan kehormatan menjadi Orang Kudus Surgawi dan yang perayaan 100 tahunnya Kami peringati, memancarkan semacam cahaya surgawi atas kebenaran adikodrati yang diberitahukan kepada gadis murni/lugu di gua Lourdes. Karena pria ini memiliki devosi yang begitu besar kepada Perawan Bunda Allah yang Dikandung Tanpa Noda sehingga pada tahun 1836 ia mempersembahkan gereja parokinya kepada Maria Yang Dikandung Tanpa Dosa dan menerima keputusan yang tak dapat salah atas kebenaran ini sebagai dogma Katolik pada tahun 1854 dengan sukacita dan penghormatan terbesar.[103]
117. Jadi ada alasan yang baik bagi Kami untuk menghubungkan kedua peringatan satu abad ini, peringatan seabad Lourdes dan Ars, sebagai ungkapan syukur Kami yang sepantasnya kepada Allah Yang Mahatinggi: keduanya saling melengkapi, dan masing-masing memberikan kehormatan kepada bangsa yang sangat Kami cintai, dan sungguh membanggakan dapat memiliki kedua tempat paling suci ini di pangkuannya.
118. Mengingat banyaknya manfaat yang telah diterima, dan percaya dengan penuh keyakinan bahwa masih banyak lagi yang akan datang kepada Kami dan kepada seluruh Gereja, Kami meminjam doa yang begitu sering diucapkan di bibir Pastor dari Ars: “Terberkatilah yang tersuci dan dikandung tanpa noda Perawan Maria Terberkati, Bunda Allah. Semoga semua bangsa memuji, semua negeri memohon dan mewartakan Hatimu yang Tak Bernoda!”[104]
119. Kami yakin bahwa perayaan seratus tahun Santo Yohanes Maria Vianney di seluruh dunia ini akan membangkitkan semangat saleh para imam dan mereka yang dipanggil Allah untuk menjadi imam, dan akan membuat semua umat beriman semakin aktif dan tertarik untuk menyediakan hal-hal yang diperlukan bagi kehidupan dan tugas para imam; oleh karena itu, dengan segenap hati Kami memberikan Berkat Apostolik kepada setiap dan masing-masing dari mereka, dan khususnya kepada Anda, Saudara-saudara yang Terhormat, sebagai janji penghiburan dari rahmat surgawi dan kehendak baik Kami.
Diberikan di Roma, di Basilika St. Petrus, tanggal 1 Agustus 1959, tahun pertama masa kepausan Kami.
Yohanes XXIII
[1] AAS 17 (1925) 224.
[2] Surat Apostolik Anno lubilari, AAS 21 (1929) 313.
[3] Acta Pii X, IV, hlm. 237-264.
[4] AAS 28 (1936) 5-53.
[5] AAS 42 (1950) 657-702.
[6] AAS 46 (1954) 313-317, 666-77; TPS v.l, no. 2, hlm. 147-158.
[7] Lih. AAS 50 (1958) 966-967.
[8] Roma Pontificale; Lih. Yohanes 15:15.
[9] Anjuran Haerent animo, Acta Pii X, IV, hal. 238.
[10] Doa Misa pada pesta Santo Yohanes Maria Vianney.
[11] Lih. Arsip Sekretariat Vatikan., C.SS. Rituum, Processus, v. 227, hal. 196.
[12] Amanat Annus sacer, AAS 43 (1951) 29.
[13] Ibid.
[14] St. Thomas, Summa Theologiae II-II, q. 184, a. 8, di c.
[15] Lih. Pius XII, Amanat, 16 April 1953: AAS 45 (1953) 288.
[16] Mat. 16:24.
[17] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 227, hal. 42.
[18] Lih. ibid., v. 227, hal. 13i.
[19] Lih. ibid., v. 227, hal. 92.
[20] Lih. ibid., v. 3897, hal. 510.
[21] Lih. ibid., v. 227 hal. 334.
[22] Lih. ibid., v. 227 hal. 305.
[23] Ensiklik Divini Redemptoris, AAS 29 (1937) 99.
[24] Ensiklik Ad catholici sacerdotii, AAS 28 (1936) 28.
[25] KHK. kan. 1473.
[26] Lih. Khotbah du B. Jean B.M. Vianney, 1909, v.1, hal. 364.
[27] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 227, hal. 91.
[28] In Lucae Evangelium Expositio, IV, di c. 12; Migne, PL 92, col. 494-5.
[29] Lih. Luk. 10:7.
[30] Lih. Anjuran apostolik Menti Nostrae, AAS 42 (1950) 697-699.
[31] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 227, hal. 91.
[32] Summa Theologiae II-II, q. 184, a. 8, di c.
[33] Anjuran apostolik Haerent animo; Acta Pii X, IV, hal. 260.
[34] AAS 46 (1954) 161-191; TPS (1954) v.1, no. 1, hlm. 101-123.
[35] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 3897, hal. 536.
[36] Lih. 1 Kor. 9:27.
[37] Lih. Arsip. Sekretariat Vatikan Ppn., z. 3897, hal. 304.
[38] Ensiklik Ad catholici sacerdotii, AAS 28 (1936) 28.
[39] Lih. Arsip. Sekretariat Vatikan., v. 227, hal. 29.
[40] Lih. ibid., c. 227, hal. 74.
[41] Lih. ibid., v. 227, hal. 39.
[42] Lih. ibid., v. 3895, hal. 153.
[43] Lukas 10:16.
[44] Anjuran In auspicando, AAS 40 (1948) 375.
[45] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v 227, hal. 136.
[46] Lih. ibid., v. 227, hal. 33.
[47] Lih. Pidato dan pesan radio Paus Pius XII, v. 14, hlm. 452.
[48] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 227, hal. 131.
[49] Lih. ibid., v. 227, hal. 1100.
[50] Lih. ibid., v. 227, hal. 54.
[51] Lih. ibid., v. 227, hal. 45.
[52] Lih. ibid., v. 227, hal. 29.
[53] Lih. ibid., v. 227, hal. 976.
[54] KHK. kanon 125.
[55] Ibid., kanon 135.
[56] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 227, hal. 36.
[57] Anjuran Haerent animo, Acta Pii X, IV, hlm. 248-249.
[58] Ceramah. 24 Juni 1939: AAS 31 (1939) 249.
[59] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 227, hal. 1103.
[60] Bdk. ibid., v. 227, hal. 45.
[61] Bdk. ibid., v. 227, hal. 459.
[62] Lih. Pesan tertanggal 25 Juni 1956: AAS 48 (1956) 579.
[63] Lih. Ceramah 13 Maret 1943: AAS 35 (1943) 114-115.
[64] Rm. 12.1.
[65] Anjuran Apostolik Menti Nostrae, AAS 42 (1950) 666-667.
[66] Bdk. ibid., 667-668.
[67] Bdk. Arsip. Sekretariat Vat., v. 227, hal. 319.
[68] Bdk. ibid., v. 227, hal. 47.
[69] Lih. ibid., hlm. 667-668.
[70] Seruan Apostolik Menti Nostrae, AAS 42 (1950) 676.
[71] Yohanes 15:5.
[72] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 227, hal. 629.
[73] Lih. ibid., v. 227, hal. 15.
[74] Lih. Khotbah, 1.c., v. 2, hal. 86.
[75] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 227 hal. 1210.
[76] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 227 hal. 53.
[77] Lih. ibid., v. 227, hal. 991.
[78] Lih. ibid., v. 227, hal. 53.
[79] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 227, hal. 1002.
[80] Bdk. ibid., v. 227, hal. 580.
[81] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 3897, hal. 444.
[82] Lih. ibid., v. 3897, hal. 272.
[83] Lih. Ceramah 16 Maret 1946: AAS 38 (1946) 186.
[84] 2 Tim. 4:2.
[85] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 227, hal. 185.
[86] Ensiklik Acerbo nimis, Acta Pii X, II, hal. 75.
[87] KHK kanon 1330-1332.
[88] 1 Kor. 2:4.
[89] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 227, hal. 18.
[90] Bdk. ibid.
[91] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 227, hal. 1018.
[92] Lih. ibid., v. 227, hal. 18.
[93] Lih. ibid., v. 227, hal. 290.
[94] Lih. ibid., v. 227, hal. 999.
[95] Lih. ibid., v. 227, hal. 978.
[96] Bdk. ibid., v. 3900, hal. 1554.
[97] Ensiklik Mystici Corporis, AAS 35 (1943) 235.
[98] KHK kanon 125, bagian 1.
[99] Lih. Ensiklik Mystici Corporis, AAS 35 (1943) 235; Ensiklik Mediator Dei, AAS 39 (1947) 585; anjuran apostolik Menti Nostrae, AAS 42 (1950) 674.
[100] Seruan Apostolik Menti Nostrae, AAS 42 (1950) 677.
[101] Lih. surat “La ristorazione”, Acta Pii X, 1, hal. 257.
[102] Lih. Mat. 9:37.
[103] Lih. Arsip. Sekretariat Vat., v. 227, hal. 90.
[104] Lih. ibid., v. 227, hal. 1021.
