Pesan Natal KWI-PGI Tahun 2002

“… ALLAH MENYERTAI KITA”
(Matius 1:23b)

Kepada umat Kristiani setanah air di mana pun berada,
Salam sejahtera dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus,

1. Kita memasuki masa Natal tahun 2002 ini dengan perasaan terluka namun juga harapan untuk pemulihan. Perasaan terluka terjadi, karena adanya berbagai tindak kekerasan yang menjurus kepada pembunuhan. Tindakan-tindakan tersebut melawan kemanusian dan berlangsung di berbagai tempat di dunia. Di tanah air kita sendiri belum terlupakan peristiwa ledakan bom di Legian, Bali, 12 Oktober 2002. Kejadian ini merenggut hampir 200 jiwa, melukai ratusan orang, dan membawa kerugian besar lainnya. Apalagi, peristiwa itu berlangsung ketika sebagian dari kita mengalami suasan tidak pasti dan tidak aman karena berbagai hal. Misalnya, diantra kita yang merasa bahwa pemulihan ekonomi masih jauh dari memadai, upaya penegakan hukum sering mandek, demokrasi terhambat, dan otonomi daerah tidak dilaksanakan dengan tepat, sehingga kesejahteraan bangsa terganggu. Bahkan, sebaliknyalah, yang terjadi ialah semakin besarnya jumlah pengangguran dan lambannya penanganan tenaga kerja, baik yang di dalam negeri maupun yang di luar negeri. Di samping itu, dirasakan pula berkurangnya upaya-upaya di bidang kesehatan, terabaikannya penanggulangan penyakit sosial, seperti penyalahgunaan narkotika, obat terlarang serta perdagangan wanita. Sementara itu, kehidupan politik dan ekonomi, yang seharusnya menyejahterakan rakyat kecil masih melus.

Namun, di tengah suasana yang gelap itu, harapan kita dikuatkan oleh upaya-uapaya yang gigih demi pemulihan keadaan. Dalam berbagai bencana dan kesusahan, tidak sedikit orang tergerak menjadi relawan, baik sebagai dokter, penyumbang darah, dana, pemikiran dan tenaga. Kita juga melihat gerakan-gerakan yang berjuang keras untuk keadilan. Demikian juga terdapat upaya-upaya demi pemerintahan yang bersih dan terbebas dari berbagai penyelewengan. Umat beragama pun semakin bersatu. Pemimpin-pemimpin mereka, baik di tingkat dunia maupun tingkat nasional, secara bersama-sama atau masing-masing, menyuarakan harapan akan kehidupan yang lebih baik. Kecuali itu, mereka pun bergerak untuk memperbaiki keadaan. Semua ini menunjukkan bahwa sesungguhnya masih kuatlah sikap kasih dan setia kawan di antara warga bangsa kita.

2. Dengan melihat kenyataan-kenyataan, baik yang memprihatinkan maupun yang membangkitkan harapan, kita yakin bahwa Tuhan tetap hadir di tengah bangsa kita. Keyakinan kita ini semakin diperteguh oleh peristiwa Natal, yaitu kelahiran Yesus Kristus. Dalam diri Yesus Kristus, Allah menyertai dan menyelamatkan bangsa manusia. Allah, Pencipta Dunia, Juruselamat, sendiri, tinggal bersama manusia dan menyatakan kesetiakawanan-Nya. Ia lahir dan hidup sebagai Imanuel, yaitu Allah yang menyertai kita. Firman-Nya: “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan akan menamakan dia Imanuel, yang berarti Allah menyertai kita”(Mat.1:23). Itulah sebabnya, peristiwa Natal adalah peristiwa yang membawa kesukaan. Hal itu juga dikabarkan oleh Malaikat Tuhan di Padang Efrata: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di Kota Daud”(bdk. Luk. 2:10). Kabar kesukaan ini melahirkan kedamaian hati, karena Allah benar-benar berada di pihak manusia.

Allah sendiri telah menanggalkan kemuliaan surgawi-Nya, agar manusia dapat mendekati-Nya tanpa takut atau terancam. Ia, “walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan-Nya dengan Alalh sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan Diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi manusia”(bdk. Flp. 2:6-7). Dalam Diri Yesus Kristus, Ia tidak mengenakan kekuasaan duniawi melainkan melakukan karya keselamatan dengan kekuatan Roh-Nya (lih. Luk. 4:18-19). Maka, berkat Roh itu, Yesus tidak takut menghadapi keadaan tidak pasti sebagai hamba yang sederhana. Ia rela dilahirkan di Kota Betlehem sebagai bayi yang lemah, yang dibedungnya dengan kain lampin dan terbaring di dalam palungan (bdk. Luk.2:12). Dalam hidup-Nya kelak, Ia pun tidak takut bersikap lepas-bebas terhadap harta milik. Ia sendiri berfirman tentang Diri-Nya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepada-Nya”(Luk.9:58).

Dengan sikap sederhana dan lepas-bebas itulah, Yesus berani membela kebenaran dan memihak mereka yang tersisih. Misalnya Ia menunjukkan kemunafikan sebagian pemimpin bangsa dengan mengecam para ahli Taurat dan kaum Farisi (lih. Luk.11:37-54). Ia pun membela orang-orang seperti Zakeus, pemungut cukai, yang secara tidak adil digolongkan sebagai pendosa (lih. Luk. 9:1-10). Sementara itu, Ia juga menyembuhkan orang-orang sakit, menolong orang miskin, dan mengusir roh jahat. Penderitaan dan wafat-Nya sendiri menjadi puncak keberanian-Nya untuk membebaskan manusia. Akhirnya, kebangkitan-Nya dari alam maut menjadi pembenaran atas seluruh kehidupan Yesus tersebut. Hal itu membuktikan bahwa dalam Diri Yesus, Allah telah mengalahkan kejahatan dan maut untuk keselamatan dunia. Ia menjadi sahabat yang melindungi, membela dan menyelamatkan kehidupan setiap orang.

Demikianlah, peristiwa Natal membangkitkan harapan dalam hidup dan sekaligus memanggil kita untuk tetap mengupayakan kesejahteraan semua orang. Kita juga diajak mengambil bagian dalam tugas penyelamatan-Nya, seperti yang difirmankan-Nya: “Ikutlah Aku”(bdk. Yoh.21:19b). Kita pun diutus untuk menjadi saksi tentang hidup sederhana dan berpengharapan serta terus mencari penyelesaian atas masalah bangsa. Dengan bertindak seperti itulah, kita, murid-murid Tuhan, berusaha memiliki pikiran dan perasaan seperti yang terdapat dalam Kristus Yesus (lih. Flp.2:5). Allah, Sang Imanuel, menjadi jaminan bahwa karya keselamatan akan menang.

3. Dengan keyakinan akan penyertaan Allah, Sang Imanuel, kita meneruskan perjuangan untuk membarui kehidupan berbangsa. Banyak hambatan dan tantangan di hadapan kita. Namun, sebagai umat beriman dan umat yang berkehndak baik, mari kita bulatkan tekad kita untuk:

• Menjadi saksi tentang hidup penuh keberanian dan harapan dengan mengupayakan perbaikan hidup bersama;

• Menggalang kesetiakawanan di antara semua anak bangsa guna menciptakan budaya damai dan rekonsiliasi demi kesembuhan luka-luka bangsa;

• Memberi perhatian dan berbagai bentuk bantuan bagi para korabn kekerasan dan keadilan;

• Merayakan Natal tahun 2002 dengan menghindari sikap mementingkan kelompok sendiri dan peka terhadap keadaan sekitar yang memerlukan kepedulian kita;

• Menghindari pemborosan dan kemewahan dalam hidup pribadi, dalam berbagai perayaan keagamaan dan dalam kegiatan-kegiatan lainnya.

Akhirnya, marilah kita bersedia menjadi alat Tuhan untuk menciptakan dan mengembangkan suasana damai sejahtera dalam masarakat kita. Kita yakin bahwa bersama Allah, keadilan akan meraja, damai dan kasih akan menghapus permusuhan. Semoga karenanya damai sejahtera itu terjadi di tengah bangsa kita seperti kidungan para malaikat di malam Natal: “Kemuliaan bagi Allah di tempat mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya (Luk. 2:14)

Selamat merayakan Hari Natal Tahun 2002 dan memasuki Tahun Baru 2003