Pesan Natal KWI-PGI Tahun 1991

“BERBAHAGIALAH ORANG YANG SUCI HATINYA KARENA MEREKA AKAN MELIHAT ALLAH”
(Matius 5:8)

Segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada,
Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus,

1. Hari Natal senantiasa kita sambut dengan penuh ucapan syukur. Begitu besar kasih Allah kepada kita, sehingga Ia merelakan Putra-Nya, Yesus Kristus menjadi manusia (Yoh. 1:14), demi kebahagiaan dan keselamatan manusia (Yoh. 3:16). Kabar sukacita yang dikumandangkan utusan Allah berbunyi: “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan” (Luk. 2:11). Kelahiran Yesus disambut oleh orang-orang yang sederhana dan mencari Tuhan: Maria, Yusuf, Zakharia, Elisabet, Simeon, para gembala dan tiga orang majus dari Timur. Mereka ini disebut berbahagia karena telah melihat Tuhan dengan kesucian hatinya (bdk. Mat. 5:8), tulus, jujur di hadapan Allah dan di hadapan manusia. Dengan hati yang bersih dari hambatan dunia dan oleh suara hati yang jernih, mereka dapat berjumpa dengan Tuhan, di tengah “lembah kehidupan”.

2. Setiap manusia dianugerahi Tuhan kemampuan untuk membedakan mana yang buruk dan mana yang baik, apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Manusia pun diberi kemampuan untuk mempertanggunjawabkan setiap keputusan dan perbuatannya. Namun, manusia ternyata jatuh ke dalam dosa. Dengan kedatangan Kristus, tibalah zaman Mesias, yaitu zaman datangnya Kerajaan Allah. Tanda-tanda datangnya Kerajaan Allah itu sudah muncul di tengah-tengah umat manusia: orang buta melihat, orang tuli mendengar, orang sakit disembuhkan kembali (Luk. 4:18-19, 21. Lih. Yes. 6:1-2). Pada orang-orang yang percaya, selumbar-selumbar (Mat. 7:3 dan Luk. 6:41) dan selubung-selubung dosa yang menutupi mata hati manusia diangkat-Nya. Suara hati manusia yang dianugerahkan Allah kepadanya dijernihkan kembali berkat dialog dengan Allah (bdk. Rm. 1:19-21). Hati yang keras membatu diganti dengan hati yang baru, yang taat (Yeh. 36:26). Kehadiran Yesus Kristus di dunia ini, yang diwartakan oleh para malaikat kepada segala bangsa melalui para gembala, sungguh membawa langit dan bumi yang baru (Why. 21:1).

3. Sekarang ini, Tuhan masih tetap mendatangi umat manusia tanpa kecuali. Berita keselamatan pun tetap diwartakan kepada semua orang. Tetapi tidak semua orang menerima kedatangan Tuhan dan Berita Keselamatan itu, karena tak jarang mereka menghadapi dan terhalang oleh ketidakjujuran, ketidaktulusan, dan ketidakdamaian. Kita pun sering terhalang dalam menghadirkan kejujuran, keadilan, ketulusan dan kedamaian. Suara hati, lalu dikaburkan oleh keprihatinan-keprihatinan duniawi (bdk. Mat. 13:22), sehingga sulit melihat Tuhan.

4. Ketika kita merayakan kedatangan Yesus, Sang Pembawa Dunia Baru, Sang Sumber Nurani yang Bening, sepatutnya kita merengung: sejauh manakan kita termasuk orang yang disebut berbahagia karena bersikap dan berlaku tulus serta jujur di hadapan Allah dan sesama? Adakah suara hati kita jernih? Mungkin kita telah tidak berani menatap, menerima, dan mengakui kegagalan dan kejahatan-kejahatan kita sendiri. Barangkali kita menutup mata hati kita terhadap dosa serta memolesnya dengan kata-kata indah. Kita lebih suka mengungkapkan dan menerima berita-berita yang memberi kesan keberhasilan. Kita tergoda untuk mengaburkan suara hati dengan tirai kepalsuan.

Kalau kita sudah terbiasa dengan suasana ini, hati nurani kita pun dapat menjadi semakin tumpul, lalu kita ikut bertindak melawan keadilan, menginjak-injak hak orang lain, melalaikan tugas dan kewajiban kita. Kemudian, semua itu kita tutupi dan ampuni sendiri dengan rumusan-rumusan dan dalih-dalih yang bagus.

Pada gilirannya, hati nurani semacam ini juta dapat membuat kita menutup mata terhadap kesewenang-wenangan atas sesama manusia, apalagi bila kesewenang-wenangan itu datang dari pihak yang kuat. Sebaliknya, bila kita berada pada kedudukan yang kuat, suara hati bisa kita selubungi dengan pembenaran diri atas semua tindakan buruk kita pada orang lain.

5. Suara hati yang jernih harus mempengaruhi tindak langkah kita dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai pengikut-pengikut Kristus, kita terpanggil untuk berperan serta membangun masyarakat sebaik-baiknya, terutama dengan mendidik, dan mengarahkan hati nurani masyarakat dengan kesaksian kita. Dalam terang rahmat Allah dan bimbingan Roh Kudus, suara hati itu harus berbicara di tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Manusia wajib mendengarkan suara hati ini. Suara hati itu berhulu pada Allah, bermuara dalam sikap, perkataan, dan perbuatan; membuahkan kejujuran, keadilan dan perdamaian.

Kita memerlukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan hati nurani, dalam menegakkan kebenaran, keadilan, dan demokrasi, pada bidang ekonomi, dalam keterlibatan di bidang politik, misalnya melalui Pemilihan Umum tahun 1992 nanti, dalam upaya-upaya pendidikan, hubungan antargolongan dan sebagainya. Harapan kita adalah bahwa kedatangan Sang Sabda yang membawa kejernihan nurani, juga akan dirasakan baik dalam hidup pribadi maupun dalam hidup bermasyarakat.

6. Semoga kedatangan Yesus Kristus dapat menggugah kita untuk lebih memurnikan, mendengarkan, dan membentuk suara hati nurani kita. “Berbahagialah orang yang suci hatinya karena mereka akan melihat Allah” (Mat. 5:8).

Selamat merayakan Natal Tahun 1991
&
Selamat menyongsong Tahun Baru 1992

Jakarta, November 1991